​Warga Papua di Jatim, Warga Jatim di Papua

​Warga Papua di Jatim, Warga Jatim di Papua Em Mas'ud Adnan

“Gus Dur kitong pu bapak,” teriak mereka. Gus Dur adalah bapak kita.

Seketika itu juga para utusan yang semula bertampang garang dan seram langsung ramah dan lemah lembut. Mereka berangkulan dengan Ustadz Darto. Saat itu juga terungkap, ternyata mereka mau menyerang pesantren Ustadz Darto karena terprovokasi berita hoax. Isu yang beredar, Ustadz Darto melarang santrinya berjabat tangan dengan orang Nasrani: melarang santrinya membeli dagangan orang Nasrani. Padahal Ustadz Darto kader Nahdlatul Ulama (NU) yang paham keislamannnya moderat. Sedemikian moderat sampai Ustadz Darto membiarkan anjing yang mereka bawa berkeliaran di pesantrennya.

Situasi berubah drastis. Para petinggi adat, suku dan pendeta di berikrar akan menjaga keamanan pesantren yang dipimpin Ustadz Darto. Bahkan saat Darto membangun asrama santri, Pendeta Absalina Lusia Lesnusa, MTh berkenan meletakkan batu pertama.

Walhasil, secara rasial, primordial, dan plural keberagamaan, sejatinya pondasi bangunan keindonesiaan sudah selesai dan kokoh. Sebab secara alami, akulturasi rasial, primordial dan plural keagamaan sudah melebur dalam bingkai keindonesiaan sejati, yakni dari bawah. Ini berarti, jika terjadi konflik rasial, primordial kedaerahan dan keagamaan, maka yang robek bukan hanya bendera merah putih, tapi juga mencabik “nasib keseharian” warga dan Jatim yang kini “berdomisili silang”.

Realitas ini makin menyadarkan rasa kemanusiaan kita, betapa tega para “petualang politik” yang secara ekonomi kelas menengah ke atas, menyulut petasan provokasi dengan bahan peledak berita hoax. Padahal risikonya - sekali lagi - bukan saja mengakibatkan bangsa tercabik, tapi juga mematikan “tungku api” kehidupan sehari-hari warga yang berdomisili di Jatim dan warga Jatim yang berdomisli di , terutama mereka yang kelas menengah ke bawah.

Karena itu sangat stategis ketika Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berencana membangun “asrama mahasiswa nusantara” atau “asrama mahasiswa nasional” atau apalah namanya. Asrama plural ini bukan saja akan menangkal gerakan “petualang politik” yang selama ini cenderung meracuni ideologi sparatis kepada mahasiswa di asrama mahasiswa eksklusif kedaerahan, tapi juga bisa menjadi “rumah bersama” para mahasiswa dari berbagai daerah sehingga bisa memupuk rasa persaudaraan, kekeluargaan yang guyub dalam bingkai NKRI dan Pancasila.

Anggaran tentu bisa ditanggung renteng alias subsidi silang: Pemerintah Pusat, , dan Jawa Timur. Gagasan cemerlang ini tentu jangan berhenti di Jatim dan , tapi perlu kita perluas ke seantero nusantara, misalnya, Aceh dan sebagainya. Sehingga dari Sabang sampai Merauke kita betul-betul jadi satu keluarga Indonesia.

*Em Mas’ud Adnan adalah Pemimpin Umum HARIAN BANGSA, BANGSAONLINE.COM dan BANGSAONLINE-TV

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Kembali Berduka! Ratusan Rumah di Papua Terbakar!':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO