Sumamburat: Laku Itu dan Pancasila Ini

Sumamburat: Laku Itu dan Pancasila Ini Dr. H. Suparto Wijoyo.

Besarnya gaji sejatinya bukan sesuatu yang terlalu menyita perhatian andai saja BPIP itu korporasi sejenis BUMN yang memang menghasilkan pundi-pundi untuk kas negara dalam struktur APBN. Rakyat kebanyakan terlanjur tahu bahwa BPIP itu sesosok kelembagaan yang “sakral nan suci” karena mengusung nilai paling asasi yang mendasari negara ini. Pancasila adalah dasar falsafah negara dan di atasnya lah NKRI ini dikonstruksi dengan kokohnya. Apa karena sedemikian pentingnya dan menyangkut fondasi negara, maka siapapun yang memanggul mandat untuk “menyuarakan Pancasila”, sudah sepatutnya diongkosi tinggi-tinggi. Pahamilah bahwa ini menyangkut kelangsungan ideologi negara. Pada komitmen inilah saya mafhum saja, sekehendakmu senyampang memang engkau berkuasa untuk itu.

Sikap sekelebatan apatis itu sebenarnya tanda sindir agar mereka mau mengerti bahwa ada hati rakyat yang “tertusuk gaji itu”. Auranya membuat “gerah publik” atas duwit gede di tengah warga yang terhimpit ekonomi, hingga gaji itu sangat sensisitf. Lebih aneh lagi apabila konstalasi semacam ini, kritik atas gaji itu disikapi sebagai “kritik politik”.

Pada tataran demikian perlu disampaikan bahwa apa yang disuarakan sebagian rakyat tentang “klilipen gaji itu” niscaya bukan soal politik, melainkan narasi empati dan peduli pada rakyat yang miskin, yang tidak menikmati glamornya THR dan gaji ke-13 sebagaimana disematkan untuk PNS sudah terterimakan. 

Tentang hal ini, terkadang saya teringat tentang rakyat yang tidak bergaji ke-13, yang anak-anaknya terpopor dan terpukul oleh aparat yang viral di medsos. Bagaimana rasanya?

Jadi ini soal rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia, bukan keadilan sosial bagi seluruh pendukung kekuasaan semata. Inilah sapaku untuk “menggenapi apa yang saya tangkap dari sorot mata pembaca Sumamburatyang hinggapdi hatiku". Selebihnya terserah penggede negeri ini dalam menjabarkan pengamalan Pancasila yang ternodai oleh uniform seram yang membinasakan nyawa anak-anak. Sindiran atasnya tidak perlu diteruskan daripada korannya disruduk simpatisan atas nama semangat korsa.

*Dr. H. Suparto Wijoyo, Coordinator of Law and Development Master Program Post Graduate School Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah Lamongan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO