Prof Sadjijono Ungkap Ada Maladministrasi Kasus Pemalsuan Surat Domisili Ketua PPLP PT PGRI Unikama

Prof Sadjijono Ungkap Ada Maladministrasi Kasus Pemalsuan Surat Domisili Ketua PPLP PT PGRI Unikama

SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Keterangan Profesor Sadjijono, ahli hukum pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya ketika menjadi ahli dalam kasus pemalsuan surat domisili yang menjerat terdakwa Doktor Christea Frisdiantara di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo cukup mengagetkan.

Kesaksian yang mengagetkan itu terungkap setelah adanya pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa, B Sunu terkait dakwaan surat palsu yang dituduhkan kepada kliennya. Padahal, dalam berkas tidak dicantumkan hasil Labfor meskipun sudah dikirim kepada penyidik.

Atas pertanyaan itulah, ahli justru mempertanyakan mengapa penyidik meminta hasil Labfor surat domisili itu kalau tidak dimasukkan dalam berkas. "Ini justru dipertanyakan. Ini ada some thing wrong," ucap dia.

Menurut dia, untuk melampirkan Labfor itu, kewajiban hukum harus diimasukkan dalam berkas karena hasilnya itu akan diasah (dikaji) oleh penuntut umum. "Kalau tidak, maka itu dikatakan Maladministrasi," ungkap dia.

Selain itu, menurut dia, pihaknya tidak melihat pemalsuan surat domisili itu karena dalam surat itu, redaksi surat, stempel, dan tanda tangan itu jelas. "Bila diasumsikan itu palsu, pertanyaan kami, siapa yang membuat dan memalsukan? Makanya itu harus ada uji Labfor dulu. Identik atau tidak," jelasnya.

Kalaupun, dalam surat tersebut dikatakan tidak masuk dalam buku register dan tidak melalui prosedur, namun faktanya surat tersebut dilihat asli. "Kalau ada seperti itu saya kira administrasi yang bobrok," jelas dia.

"Bukan hanya itu, kalaupun terdakwa didakwa menggunakan surat palsu namun surat itu belum dibuktikan asli atau palsunya, bagaimana pengguna bisa dipidana?," jelas dia.

Meski begitu, Ketua Majelis Hakim Djoni Iswantoro juga ikut bertanya pendapat ahli bila tidak ada Labfor terkait pemalsuan surat itu. "Bagaimana menurut ahli?," tanyanya. Ahli menjawab bahwa itu berbahaya karena akan menggunakan asumsi ini palsu atau tidak.

"Itu dalam pidana tidak boleh menggunakan asumsi. Makanya, dalam putusan hakim itu terbukti bersalah, bukan dianggap bersalah ketika memutus perkara," pungkasnya.

Perlu diketahui, Christea dijerat karena telah menggunakan surat keterangan domisi palsu. Awalnya surat itu untuk kepentingan pengajuan kredit perumahan rakyat (KPR). Pengajuan itu rencananya digunakan untuk membeli rumah milik Puguh yang berada di Perum Magersari, Sidoarjo.

Untuk memperoleh surat keterangan domisili itu, terdakwa menguasakan kepada Puguh, yang menjanjikan bisa menguruskan karena memiliki kenalan seorang pengacara bernama Yulianto Darmawan.

Pengurusan surat domisili itu untuk meyakinkan bank bahwa terdakwa benar warga Kelurahan Magersari, Sidoarjo. Padahal, terdakwa warga Malang.

Setelah surat domisili itu selesai, surat domisili tersebut tidak digunakan untuk pengajuan kredit di bank, melainkan digunakan untuk mengajukan permohonan pengubahan tanda tangan, speciment bank dari PPLP PT PGRI versi Soedja'i menjadi tanda tangan Christea Frisdiantara di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.

Tujuan permohonan itu digunakan untuk membuka pemblokiran bank, yang sudah diblokir oleh pengurus lama. Terdakwa menguasakan pengurusan itu kepada Yulianto, kuasa hukum, hingga permohonan itu dikabulkan oleh PN Sidoarjo.

Namun, belum sempat dibuka pemblokiran bank, perbuatan terdakwa akhirnya terungkap setelah ada pihak yang mengkroscek di PN Sidoarjo. Apalagi, dalam permohonan itu terdakwa menggunakan surat keterangan domisili dari Sidoarjo, padahal terdakwa asli warga Malang.

Dari situlah kemudian dikroscek surat keterangan domisili terdakwa. Setelah dilakukan kroscek bahwa Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo tidak pernah mengeluarkan surat domisi atasnama terdakwa.(cat/rev)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO