Sebagai nilai instrumentalia misalnya, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam negara hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Pancasila dijadikan rujukan untuk membuat konstitusi dan aturan-aturan hukum di bawahnya,” terang pria kelahiran Kediri itu.
Moeldoko menyadari bahwa belakangan ini relevansi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai diusik dan dipertanyakan.
“Masih validkah Pancasila itu? Pancasila tentu saja masih valid dalam berbagai dinamika sosial, dinamika politik, dan dinamika persaingan global. Kita tidak perlu khawatir. Pancasila adalah ideologi yang terbuka, ideologi yang dinamis. Bagaimana mengejawantahkan, itu bisa disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Karena sifatnya yang terbuka, diskursus tentang hal itu pasti akan terjadi. Silakan mendiskursuskan Pancasila. Syaratnya, kuatkanlah ideologi kita terlebih dahulu. Kalau tidak kuat, justru kita bisa dimakan atau termakan,” lanjut Moeldoko.
Di hadapan para anggota Ansor dan Banser, Moeldoko kemudian lebih memilih menjelaskan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK ketimbang membincangkan konsep bela negara atau Pancasila.
“Itu seperti menggarami lautan. Konsistensi perjuangan NU, Ansor, dan yang dijalankan oleh anggotanya di lapangan dalam menjaga kedaulatan dan membela NKRI sudah terbukti dan teruji,” katanya.
Moeldoko menggambarkan, dalam konteks keadilan sosial sebagaimana tertuang pada sila ke-5 Pancasila, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah bagian dari perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News