Sumamburat: Mengejar Rakyat

Sumamburat: Mengejar Rakyat Suparto Wijoyo

Oleh:Suparto Wijoyo*

SAYA bersaksi betapa rajinnya rakyat ini. Pasar-pasar kecil di sepanjang perjalanan dari BanyuUrip – Benowo dapat member bukti dari waktu lingsir wengi sampai pagi hari, tukang-tukang sayur ramai. Sepeda motor pating semliwer dan orang berkerumun memenuhi kebutuhan hajat setiap hari. Ini bukan bangsa pemalas, melainkan anak zaman yang memanggul mandate takdirnya.

Sebelum azan subuh berkumandang, mereka sudah menyebar, meraimakan jalanan dan berkhidmat di pasar-pasar kelas bawah. Menakjubkan. Kisahnya pasti bercawan dalam jumputan lakon dari aspek ekonomi sampai biologi sambil berteologi tanpa lupa jedah menegakkan shalat. Saya mengaguminya dengan bentang kecewa kalau mereka dihina dan diperolokkan “gumparan massa yang malas kerja”.

Mereka adalah pekerja keras, sehinga mereka tidak perlu lagi “iklan teriakan kerja kerja kerja”. Bagi mereka, yang menyuarakan itu kini sedang mendengungkan kejar-kejar-kejar. Rakyat dikejar-kejar dan yang melakukan adalah mereka yang “kerjanya mengejar-ngejar” rakyat dengan beragam beban. Rasanya nelongso mendengarkan cerita para “penunggu pendapatan di pasar” meski dengan lirih membisikkan kata: Cak, opo sampeyan tidak paham bahwa kini banyak kenaikan dan kami semua banyak dikejar-kejar untuk membayarnya? Pajak, retribusi dan harga-harga pengurusan STNK maupun BBM yang terus “nyrimpeti”.

Suara mereka mengingatkan saya setarikan nafas atas lahirnya PP No. 60 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan yang diteken Presiden dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM ini mulai berlaku 6 Januari 2017. Regulasi itu membawa konsukensi berupa kenaikan biaya pengurusan administrasi kendaraan bermotor:STNK-BPKB. Kenaikan ini bertumpuk dengan silang sengkarutnya otoritas negara yang main “lempar lembing” dan angkat tangansambil menghadirkan urusan “cyber-cyberan”.

Itu adalah fenomena kontroversial yang mencerminkan problematika tata kelola pemerintahan.Hidup semakin pedas dirasa dankegalauan tambah meluas sejurus naiknya harga sebagian BBM-TDL sebelumnya. Daya tahan rakyat terusik bukan hanya soal kenaikan biaya hidup, tetapi juga potret samarnya negara dalam lorong kegelapan dan hutan belantara.Otoritas yang menjelmakan kebijakan telahmenggunaka regulasi sebagai alat penentu. Hukum dimanfaatkan sebagai instrumen yang kian tidak tahu “ibu kandungnya”. 

Terdapat fakta yang musti direnungkan oleh penguasa sehubungan dengan daya rakyat yang terpelanting.Pembukaan UUD 1945 mengamanatkanpembentukan pemerintahan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, danmemajukan kesejahteraan umum. Inilah amanat konstitusi yang harus direalisasi.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO