Tanya-Jawab Islam: Tidak Boleh Sering-sering Shalawat dan Salat Tahajud?

Tanya-Jawab Islam: Tidak Boleh Sering-sering Shalawat dan Salat Tahajud?

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum, wr wb. Pak Yai saya mau bertanya. Apa benar bahwasannya salat hajat, sujud syukur, baca salawat nariyah dan salat tasbih itu tidak boleh dilakukan sering-sering. Apa benar itu? Mohon jawabannya, sebab yang menyampaikan itu juga orang yang dianggap kyai di tempatnya. Terima kasih. (H. Ruba’i, Biak Papua)

Jawab:

Memang apa yang disebutkan di atas itu -biasanya- dipandang oleh orang awam hanya dilakukan pada saat butuh saja, ketika tidak butuh ya sudah tidak dilakukan amalan-amalan sunnah di atas. Mereka masih menganggap bahwa kebutuhan hidup ini hanya sekadar memenuhi kebutuhan dunia saja, lupa akan kebutuhan akhirat. Andaikan mereka juga berpikir dalam akan kebutuhan akhirat (meninggal dengan husnul khotimah dan diampuni segala dosa-dosanya), maka mereka akan selalu berdoa dan beribadah.

Maka ibadah bukanlah hanya sekedar wasilah atau alat untuk mendapatkan hajat dan kebutuhan, tapi ibadah adalah tujuan yang sudah diperintahkan oleh Allah. Doa, baca istighfar dan shalawat itu tujuan (maqshad) dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Kyai atau Ustadz pun tetap melakukannya setiap hari semampu-mampunya dan sebanyak-banyaknya, sebab belum tentu dapat memenuhi kebutuhan akhirat itu dan mendapatkan khusnul khotimah. Makanya semua dari kita selalu butuh akan ibadah-ibadah di atas, bukan pada waktu-waktu tertentu saja.

Contoh hidup kita dan panutan kita bersama (sepakat) adalah Rasul saw. Coba kita lihat beliau bagaimana cara beribadah pada malam harinya. al-Mughirah bin Syu’bah ra bahwa Rasul saw melakukan shalat hingga kedua telapak kaki beliau membengkak, lalu ada yang berkata kepada beliau, “Apakah engkau memaksakan diri untuk ini, padahal Allah swt telah memberikan ampunan bagimu atas dosa-mu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab:

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

“Apakah tidak boleh jika aku termasuk hamba yang bersyukur.” (Bukhari:1130)

Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah ra dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat, beliau berdiri hingga kedua telapak kaki beliau merekah, lalu ‘Aisyah bertanya, ‘Kenapa engkau melakukan semua ini, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan bagimu atas dosa-dosa-mu yang telah lalu dan yang akan datang?’ Lalu beliau menjawab,

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

‘Apakah tidak boleh jika aku termasuk hamba yang bersyukur”. (Hr. Bukhari:4837, Muslim:2820)

Dua hadis di atas membuktikan bahwa Rasul dalam beribadah tidak hanya bertujuan untuk memenuhi hajat saja, tapi sudah pada tahap bersyukur atas segala nikmat-nikmat Allah. Apakah ada yang mampu menghitung nikmat Allah? Tentu tidak ada, maka memperbanyak beribadah sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat dunia dan ukhrowi itu sudah dilakukan oleh Rasul saw, panutan kita umat muslim.

Dalam hal membaca shalawat (baik itu shalawat nariyah atau shalawat lainnya) itu perintahnya langsung dating dari Allah swt. bahkan Allah bersama para malaikat memulai bershalawat dulu kepada Rasul saw baru menyeru umat manuasia untuk bershalawat.

Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawat dan ucapkan salam kepadanya”. (Qs:Al-Ahzab:56)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO