Haul Gus Dur Ke-7 dan 16 Tahun Riyanto, Lintas Agama Doa Bersama Serta Refleksi

Haul Gus Dur Ke-7 dan 16 Tahun Riyanto, Lintas Agama Doa Bersama Serta Refleksi Doa bersama lintas agama dalam rangka haul ke-7 Gus Dur dan Riyanto di Aula Desa Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jumat (30/12). foto: RONY S/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Memperingati wafatnya (Haul) KH Abdurrahman Wahid () yang ketujuh, lintas agama di Kabupaten Jombang menggelar refleksi dan doa bersama di Aula Balai Desa Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jumat (30/12) tadi malam.

Di samping itu, acara tersebut juga mengenang perjuangan Riyanto (anggota Banser NU Mojokerto) yang gugur memeluk bom saat menjaga Misa Natal di Gereja Eben Haezer, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, 24 Desember 2000 silam.

Acara ini sengaja digelar untuk menghormati dan meneladani jasa serta Riyanto. Bagaimanapun juga dua tokoh ini, maupun Riyanto sudah berjasa besar dalam kemanusiaan yang perlu untuk kita semua teladani.

"Itulah kenapa kami merasa penting untuk mengadakan acara malam ini,” kata Muhammad Iqbal, Ketua Panitia Pelaksana yang juga pengurus GP Ansor Cabang Jombang.

Wakil Bupati Jombang, Mundjidah Wahab saat memberikan sambutan menyampaikan apresiasinya. Disamping atas nama Pemkab Jombang sekaligus keluarga dari mendiang .

itu keponakan saya, ibunya sepupu saya. Dia (, red) manggil Bu Dhe sama saya. Makanya, terimakasih banyak sudah mendoakan serta menghormatinya. Memang, tidak salah sebagai bapak pluralisme untuk diteladani bersama,” ujarnya.

Beberapa hal tentang yang perlu diteladani dipaparkan KH Agus Hadi Hadzik, Pengasuh Ponpes Al-Masruriyah Tebuireng Jombang. Kiai yang biasa disapa Gus Zaki mengatakan, yang tak lain sepupunya sendiri itu tidak cinta dunia dan jabatan. Terbukti, saat menjabat maupun sebagai mantan Presiden RI yang keempat, tetap bukan orang kaya.

“Dia () mantan presiden paling kere. Bahkan pernah suatu ketika mau ke Solo harus pinjam uang kepada anaknya untuk ongkos. Tapi, dengan begitu bersih dari kepentingan-kepentingan politik,” papar Gus Zaki.

Ia juga menceritakan, bahwa setelah wafatnya pada tangga 30 Desember Desember 2009 lalu, keluarga besar Ponpes Tebuireng sempat kebingungan untuk dimana lokasi pemakaman yang baik bagi suami Sinta Nuriyah tersebut.

Dalam musyawarah keluarga sempat ada empat pilihan, yakni di Ponpes Mambaul Ma’arif Denanyar, Ciganjur Jakarta, Ponpes Al-Falah Kediri, atau Ponpes Tebuireng.

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO