Dituding Bikin Gaduh, Mendikbud Muhadjir: Co-ekstrakurikuler, bukan Full Day School

Dituding Bikin Gaduh, Mendikbud Muhadjir: Co-ekstrakurikuler, bukan Full Day School Mendikbud Muhadjir saat jumpa pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. foto: detikcom

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menerapkan sistem pendidikan untuk siswa SD-SMP direaksi keras sejumlah kalangan. Joanes Joko, Koordinator Nasional Duta Joko Widodo, membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Joanes memberikan pernyataannya terkait wacana sekolah sehari penuh atau Full Day School yang digagas Muhadjir.

Joanes menganggap wacana tersebut kini menimbulkan kegaduhan di masyarakat. "Seolah ini adalah solusi ampuh dan jitu untuk mempersiapkan anak-anak kita menghadapi masa depan," kata Joanes dalam petikan suratnya, Selasa (9/8).

Joanes, dalam surat terbukanya, turut memberikan masukan kepada Muhadjir. Salah satu masukannya adalah dengan membuat ruang publik agar anak-anak bisa berinteraksi dan mengekspresikan diri dengan hal positif. Apalagi, menurut dia, saat ini jumlah lapangan dan sarana olahraga semakin tergusur oleh gedung, perumahan, dan mal.

Sebagai seorang pejabat pemerintahan, Joanes meminta Muhadjir untuk memikirkan regulasi terkait siaran televisi yang dianggap meracuni anak-anak. "Proses pendidikan hanya akan seperti orang yang mengisi air ke dalam tong bocor," ujarnya.

Selain itu, Joanes juga meminta agar Muhadjir turut memikirkan anak-anak dengan pola belajar auditory kinestetik. Sebabnya, pola pendidikan saat ini masih menerapkan pola pengajaran visual yang mengedepankan nilai akademis. Akibatnya, malah melahirkan generasi penuh dengan tekanan yang menghalalkan segala cara demi keberhasilan akademis.

Kualitas ribuan guru, kata dia, semestinya ditingkatkan dan jangan sampai menjadi pendidik ala kadarnya karena sikap abai dari pemerintah terhadap nasib mereka. Joanes berharap agar Muhadjir mengingat asal kata "sekolah" yang berasal dari bahasa latin 'schola'. "Yang berarti waktu luang yang diberikan untuk belajar," tuturnya.

Joanes turut memasukkan sebuah filosofi dari seorang filsuf kuno bernama Lucius Anneus Seneca yang terkenal dengan kalimatnya 'Non schole, sed vitae discimus' yang artinya, 'Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup'. "Itu adalah PR-PR (pekerjaan rumah) yang semestinya dipikirkan dan diselesaikan kementerian anda ketimbang berwacana dan menimbulkan kegaduhan publik," ucap Joanes.

Sementara Mendikbud Muhadjir Effendy merespons pro dan kontra menanggapi gagasan yang dilontarkannya mengenai penambahan jam di sekolah. Muhadjir mengatakan, hal yang dimaksudnya adalah penambahan kegiatan setelah jam belajar. Ia menyebutnya "co-ekstrakurikuler".

"Jadi mohon sekali lagi untuk tidak menggunakan kata-kata , karena itu menyesatkan. Jadi, sebetulnya ini adalah kegiatan penambahan kegiatan co-ekstrakurikuler di sekolah," ujar Muhadjir dalam jumpa pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (9/8).

Ia menjelaskan, sistem co-ekstrakurikuler ini sesuai Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Yang menyatakan bahwa perlunya pendidikan karakter, budi pekerti, terutama ditekankan pada level pendidikan dasar," kata dia

Menurut Muhadjir, porsi pendidikan dan pengetahuan yang diterima siswa dalam program ini terbagi atas dua hal. Siswa sekolah dasar mendapatkan 70 persen untuk pendidikan karakter dan 30 persen pengetahuan.

Sumber: merdeka.com/detik.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO