Tafsir Al-Nahl 70: Ning Ngaji Kitab di TV9, Mohon Sinau

Tafsir Al-Nahl 70: Ning Ngaji Kitab di TV9, Mohon Sinau

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu khalaqakum tsumma yatawaffaakum waminkum man yuraddu ilaa ardzali al’umuri likay laa ya’lama ba’da ‘ilmin syay-an inna allaaha ‘aliimun qadiirun".

Ayat yang sedang kita studi (70) memang tidak membicarakan acara Kiswah andalan TV-9, juga tidak untuk mengoreksi orang ngaji kitab kuning, tapi menyindir orang-orang kafir yang ditamsilkan bagai orang tua renta, di mana perilakunya kayak anak kecil yang seenaknya. Lebih dari itu, umur panjang yang justru menjadikan diri mereka hina tersebut (ardzal al-umur) dikesankan sebagai tidak bisa mengetahui apa-pa (Li kai la ya'lam ba'd ilm syai'a).

Sindir ini dimaksudkan agar umat islam tetap tanggap, tangkas dan cerdas seperti pada masa muda. Dengan kecerdasan dan kematangan ilmu, maka kita menjadi mengerti persoalan secara benar dan memahami masalah secara utuh. Nabi Muhammad SAW telah memberi peringatan kepada para ulama, juru dakwah, kiai, bu nyai, guru agar berbekal yang sempurna, sehingga fatwanya tidak menyesatkan umat.

Penulis termasuk kurang aktif mengikuti acara di televisi. Karena chanel TV-9 sebagai representasi acara keislaman, kesantrian dan bisa dibilang tivinya wong Nahdliyin, maka sesekali penulis mengunjunginya. Kali ini acara Ngaji kitab "Sullamut Tawfiq", karya kiai Nawawy Banten yang diasuh seorang Ning berinisial S.M. yang tayang pagi hari. Tiga kali penulis mengikuti, tiga kali pula penulis menjumpai kesalahan dan pesawat televisi langsung penulis matikan. Tiga sesi tersebut dalam waktu berdeda dan cukup lama.

Pertama, membahas batalnya wudlu, yang salah satunya karena tidur. Tidur dalam posisi duduk tegap, di mana alas bokong bertumpu penuh di lantai tidak membatalkan wudhu. Keterangan Ning itu betul. Lafadh dalam kitab itu dibahasakan dengan jajaran huruf "alif, lam, mim, mim, kaf dan nun". Ning itu membaca "al-mumkini", seharusnya dibaca "al-Mumakkini". Bacanya salah, tapi memberi maknanya benar. Wazan "amkana" (mungkin, bisa) dan "makkana" (memantapkan, menetapkan) beda. Barakallah fik.

Kedua, pembahasan soal bacaan dalam shalat, standarnya al-Fatihah. Bagi mereka yang tidak mampu membaca al-Fatihan, maka diganti dengan ayat seimbangan al-Fatihah... bla bla bla. Lafadh yang tertulis dalam kitab berjajaran huruf "alif, lam, mim, jim, za, hamzah, ta' marbuthah". Ning itu membaca "al-mujzi'ati", yang kemudian diberi makna, "kang perenco-perenco, dewe-dewe", atau semakna dengan itu.

Bacaannya benar, tapi pemaknaannya salah. Sehararusnya, diberi makna "kang nyucupi". Maksudnya, bacaan non al-Fatihah tersebut sudah mencukupi sebagai imbangan baca al-Fatihah, sehingga shalatnya sah. Karena diberi makna "dewe-dewe, perenco-perenco", maka keterangannya ngelantur dan tidak mengena. Lagi-lagi tersandung ilmu sharaf dalam pola yang sama. Wazan "ajza'a" (nyukupi) dan "Jazza'a" (bagi-bagi) tentu berbeda. Barakallah fik.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO