Benarkah PBNU Melenceng dari Ajaran Mbah Hasyim Asy’ari?

Benarkah PBNU Melenceng dari Ajaran Mbah Hasyim Asy’ari?

Bahkan sembari mengeritik paham Aswaja yang dikonsep Mbah Hasyim, Said Aqil semakin terang-terangan membela Syiah di tubuh NU. Dalam bukunya berjudul "Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi", Said Aqil menulis bahwa Syiah itu juga Ahlussunnah Wal-Jamaah.

Ironisnya, Kiai Said Aqil tidak hanya membela Syiah dalam ranah konseptual dan pemikiran, tapi juga dalam aksi nyata sebagai ketua umum PBNU.

Menurut KH Kholil Navis (Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU saat itu), Said Aqil secara diam-diam tanpa sepengetahuan dan seijin Rais Am Syuriah PBNU KH Sahal Mahfudz menjalin kerjasama dengan Universitas al-Musthafa Al-Alamiyah Qom Iran, pusat Syiah.

Ini berarti PBNU di bawah Said Aqil bukan hanya melenceng tapi sudah keluar dari garis ajaran yang sudah ditetapkan Mbah Hasyim. Apalagi Mbah Hasyim dalam kitabnya berjudul Risalah Ahlussunnah Wal-Jamaah secara tegas menulis bahwa Syiah itu sesat karena mencaci-maki para sahabat Nabi Muhammad.

Mbah Hasyim bahkan tidak membolehkan kita (warga NU) duduk, makan, minum dan salat bersama mereka. Karena mereka tega mencaci sahabat Nabi yang dihormati dan diagungkan oleh penganut Ahlussunnah Wal-Jamaah An-Nahdliyah.

Lalu bagaimana dengan elemen NU kedua, yakni kiai dan pesantren? Sudah makin banyak kiai dan pengasuh pesantren yang kecewa terhadap Kiai Said Aqil Siroj. Mereka bahkan bukan hanya kecewa tapi juga mufaraqah (memisahkan diri) dari kepemimpinan Said Aqil Siroj. Jadi NU di bawah Kiai Said Aqil bukan saja gagal dalam mengkonsolidasi pondok pesantren tapi eksistensi Said Aqil sendiri ditolak dan tak diakui oleh para kiai pengasuh pesantren.

Ini berarti PBNU di bawah kepemimpin Kiai Said Aqil tak punya penyanggah dan legitimasi, baik secara kultural maupun ajaran keagamaan dalam konsep Mbah Hasyim. Jadi legitimasi Kiai Said Aqil keropos. PBNU hanya cangkang tanpa isi.

Lalu bagaimana dengan elemen NU ketiga, yaitu jamaah NU? Logikanya, kalau Kiai Said Aqil ditolak para kiai pengasuh pondok pesantren yang merupakan simpul-simpul utama NU, otomatis juga ditolak oleh jamaah para kiai di pesantren masing-masing. Bukankah warga NU umumnya jamaah para kiai di masing-masing daerah. Wallahua’lam bisshawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO