Pengalaman Fathorrasjid Atasi Anggota DPRD Bolos: Tak Boleh Kosong, DPRD itu Rumah Rakyat

Pengalaman Fathorrasjid Atasi Anggota DPRD Bolos: Tak Boleh Kosong, DPRD itu Rumah Rakyat Fathorrasjid

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Fathorrasjid mengatakan bahwa kepemimpinan dalam DPRD itu kolektif kolegial. ”Tapi tetap ketua DPRD yang punya peran penting untuk mendisiplinkan anggotanya,” kata Fathorrasjid yang mantan ketua DPRD Jatim.

Menurut dia, salah satu tugas keberadaan ketua justru untuk mengatur anak buahnya. Karena itu ia tak sependapat dengan A Halim Iskandar, ketua DPRD Jatim, yang seenaknya mbolos ngantor dengan alasan karena di kantor DPRD sudah ada para wakil ketua yang lain.

Fathorrasjid mengakui bahwa tak mudah menertibkan dan mendisiplinkan anggota DPRD. ”Tapi bukan berarti harus dibiarkan. Dulu sebelum saya kan Pak Bisri Abdul Jalil, ketua DPRD-nya, juga dari PKB. Saat itu ya biasa para anggota DPRD mbolos. Tapi ketika saya jadi ketua DPRD saya secara tegas membikin aturan agar mereka tak bolos. Karena mereka kan digaji dari uang rakyat,” tegasnya.

Karena itu Fathorrasjid bekerja keras untuk mendisiplinkan para anggota DPRD Jatim.

Ia selain minta tolong para wartawan untuk mengontrol dengan cara memberitakan ketidakberesan anggota DPRD, Fathorrasjid juga mendirikan “Indrapura Watch”.

”Anggotanya wartawan juga. Kita fasilitasi agar mereka mengontrol anggota DPRD,” kata Fathorrasjid. Mantan politisi PKB dan PKNU yang kini jadi Dewan Penasehat Partai Idaman pimpinan Rhoma Irama ini menegaskan bahwa ketua DPRD harus terbuka dan sportif.

”Artinya, kalau ada anggota DPRD yang mbolos, harus dibicarakan secara terbuka, bagaimana untuk mengatasi. Jangan beralasan, kan ada wakil ketua meski saya tak ngantor. Itu tak benar,” katanya.

”Kalau anggota DPRD Jatim mbolos berarti ketuanya yang tak bisa mimpin,” katanya lagi.

Sekedar informasi, dalam beberapa bulan terakhir ini hampir semua media di Jawa Timur memberitakan bolos massal DPRD Jatim, termasuk ketuanya, A Halim Iskandar. Bahkan Jawa Pos beberapa kali memuat foto ruang sidang yang kosong melompong karena para penghuninya semburat kunker. Terakhir Jawa Pos dua hari berturut-turut memberitakan mbolosnya Halim Iskandar sebagai ketua DPRD Jatim.

Banyak pihak heran tentang malasnya anggota DPRD ngantor, termasuk di internal anggota DPRD Jatim sendiri. ”Beda sekali dengan anggota DPRD yang dulu,” kata seorang anggota DPRD Jatim yang enggan disebut namanya.

”Mungkin juga karena faktor kualitas ya. Kalau dulu rata-rata anggota DPRD Jatim lumayan kualitasnya, karena hasil seleksi partai,” katanya.

Padahal dari segi kesejahteraan mereka lebih dari cukup. Para anggota DPRD Jatim dapat uang tunjangan rumah sebesar Rp 228 juta per tahun (Rp 19 juta/bulan). Uang itu – sesuai permintaan mereka – diterima dalam bentuk “mentahan” alias tunai.

Sejatinya, dengan tunjangan rumah sebesar itu para anggota DPDR itu bisa menyewa rumah atau apartemen yang dekat dengan kantor DPRD yang terletak di Jalan Indrapura Surabaya. Dengan demikian mereka tak malas ngantor.

Selain uang tunjangan rumah tentu saja mereka dapat gaji tiap bulan. Gaji anggota DPRD Jatim tiap bulan berkisar Rp 17 juta (dibulatkan).

Jika gaji ini ditambah tunjangan rumah Rp 19 juta berarti mereka terima uang dari rakyat Rp 36 juta tiap bulan.

Ini masih ditambah lagi uang kunker. ”Kalau kunker biasanya kita ada sisa uang Rp 5 jutaan yang bisa dibawa pulang,” kata salah seorang anggota DPRD Jatim kepada HARIAN BANGSA.

Tahun lalu para anggota DPRD Jatim menghabiskan Rp 35,43 miliar dari APBD. Setiap anggota DPRD dapat jatah 24 kali kunker, termasuk keluar provinsi dan keluar negeri.

”Masih ada lagi. Tapi yang mencairkan bukan DPRD langsung. Kalau yang ini biasanya main komisi sampai 30 persen bahkan 40 persen,” kata sumber HARIAN BANGSA.

Tak jelas dana apa yang dimaksud. Namun sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Jatim mengeluh karena plot dana Jasmas mereka angkanya jauh di bawah pimpinan. Kabarnya, total anggaran Jasmas DPRD Jatim mencapai Rp 1,053 triliun, dengan pembagian Ketua DPRD Jatim mendapatkan plot Rp 60 miliar, Wakil Ketua Rp 40 miliar, Ketua Fraksi Rp 27 miliar, anggota Badan Anggaran (Banggar) Rp 15 miliar dan anggota DPRD Rp 5 miliar.

Namun berita yang beredar luas di media ini dibantah oleh Halim Iskandar sebagai ketua DPRD Jatim. Ia menyatakan, dana Jasmas itu bukan diterima pimpinan atau anggota dewan. Namun ada di eksekutif. DPRD hanya mengajukan usulan setelah menerima aspirasi dari masyarakat setiap reses.

“Tidak ada perbedaan antara pimpinan dewan maupun anggota, itu data dari mana? Tanya Ketua Fraksi saja, mereka yang lebih tahu. Saya sedang di Jogja, acara Muktamar Ansor,” ujar Halim saat dikonfimasi melalui ponselnya, Kamis (26/11).

Celakanya, meski uang rakyat cukup besar untuk menggaji anggota DPRD Jatim tapi kinerja mereka sangat lemah. Dari target 24 perda yang harus dirampungkan ternyata mereka hanya mampu menyelesaikan 12 persen saja. ”Ini lagi-lagi faktor kepemimpinan yang lemah,” kata Farhorrasjid.

Kinerja yang lemah ini diperparah oleh malasnya mereka masuk kantor. Bahkan pada Januari lalu anggota DPRD Blitar yang datang untuk konsultasi soal tambang pasir ke DPRD Jatim terpaksa kecewa dan balik kucing karena tak ada satu pun anggota DPRD Jatim yang bisa ditemui. Mereka diterima staf kesekretariatan dewan yang tak punya wewenang untuk menjelaskan soal itu.

”Waktu saya ketua DPRD Jatim saya tekankan piket. Fraksi saya yang terbesar yang harus bertanggungjawab. Jangan sampai rakyat yang datang ke rumah rakyat tidak ada yang nemui. DPRD itu kan rumah rakyat. Kalau rakyat datang ke rumahnya tak ada yang menemui kan kasihan dan dosa,” kata Fathorrasjid.

Apalagi mereka (rakyat) dengan susah payah menggaji para anggota DPRD tiap bulan lewat APBD.

Memang, sebagian besar asal-usul APBD berasal dari keringat rakyat seperti pajak sepeda motor, mobil, karaoke, diskotik, hiburan malam, tanah, bangunan, restoran dan bahkan pajak panti pijat dan sebagainya.

Nah, orang kecil kadang untuk membayar pajak sepeda motor harus hutang sana-sini. Karena itu sangat dzalim jika para anggota DPRD menghabiskan uang rakyat bukan untuk kepentingan rakyat dan negara. (habis)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO