Jika Dikoordinir, Pembebasan Lahan untuk Bandar Udara Kangean Sumenep Menyalahi Aturan

Jika Dikoordinir, Pembebasan Lahan untuk Bandar Udara Kangean Sumenep Menyalahi Aturan

Namun, pihaknya meyakini jika realisasi pembebasan lahan tersebut sesuai dengan peratuan yang ada. Meskipun saat pencairan dihadiri oleh Kades atau Camat setempat, dirinya mengaggap tindakan tidak melangkahi aturan. Karena kehadiran mereka dimungkinkan untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat setempat. ”Kami tidak tahu soal gimana-gimana dilapangan, karena kami disini hanyalah kasir, masak saya ingin menghafal semua se Kabupaten Sumenep. Itu yang tahu adalah Dishub,” tegasnya.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumenep, Moh. Fadillah mengatakan, untuk realisasi pembayaran pembebasan lahan seluas 7,1 hektar untuk pembangunan bandara di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, sudah direalisasikan. Anggaran yang telah direalisasikan sekitar Rp 1 miliar. Sementara harga tanah sesuai kesepakatan dipatok Rp 10 ribu permiternya.

Saat penandatanganan pembayaran dilakukan, disaksikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, dan juga dari pihak Dishub sendiri. Bahkan biaya ganti rugi itu diberikan melalui rekening masing-masing pemilik lahan.”Kalau mikanisme itu kami tidak tahu, yang jelas proses ganti rugi telah kami realisasikan melalui rekening masing-masing pemilik lahan kemarin,” jelasnya.

Sebelumnya, Moh. Imran mengatakan, meskipun biaya ganti rugi pembebasan lahan tesebut sudah direalisasikan oleh pemerintah daerah, namun hingga saat ini pengelola lahan belum menerima. Belum menerimanya itu, lantaran dikondisikan oleh Kepala Desa setempat, dengan modus rekening pengelola lahan itu dialihkan kepada aparatur desa. Sehingga yang menerima bukan pengelola melainkan diterima aparatur desa. Anehnya, lahan yang telah dibebaskan itu merupakan lahan milik adat (milik negara) yang dikelola oleh warga setempat sejak beberpa tahun yang lalu. Mestinya tanah tersebut tidak dibebaskan karena untuk kepentingan umum.

Informasinya, dari jumlah keseluruhan sedikitnya 30 persen merupakan tanah adat. ”Banyak pengelola yang mengeluh, karena sampai saat ini biaya ganti rugi belum diterima. Padahal pemerintah daerah telah merealisasikan, meskipun kenyataannya belum sampai kepada pengelola,” tegas mantan Kepala Desa Paseraman, Kecamatan Arjasa, Pulah Kangean, yang saat ini menjabt sebagai Sekretaris Komisi IV DPRD Sumenep itu. (jiy/fay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO