Kereta Whoosh dan Utang yang Melaju Lebih Cepat dari Pendapatannya

Kereta Whoosh dan Utang yang Melaju Lebih Cepat dari Pendapatannya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh

BANGSAONLINE.com - Beban bunga nyaris Rp2 triliun saban tahun membayangi laju kereta cepat Jakarta - Bandung yang diberi nama Whoosh (Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat).

Sementara pendapatan tiketnya—yang diharapkan jadi sumber utama pemasukan—belum cukup bahkan untuk menutup bunga. Apalagi mencicil pokok utang yang menumpuk.

Ketika proyek Whoosh diresmikan Oktober 2023 lalu, beberapa kritik pesimis muncul. Yakni, soal pembengkakan biaya dan hitung-hitungan bisnis yang dianggap tak realistis.

Kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu semula ditaksir menelan biaya US$6 miliar.

Tetapi pembebasan lahan, perubahan desain sampai kenaikan harga bahan konstruksi membuat perhitungan meleset hingga anggaran membengkak mencapai US$7,2 miliar atau setara Rp116 triliun.

Sebagian besar pembiayaan berasal dari pinjaman luar negeri, khususnya dari China Development Bank (CDB) sekitar 75 persen total utang Whoosh.

Sisanya dibiayai konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), di dalamnya ada PT KAI sebagai pemegang saham mayoritas dari pihak Indonesia.

Pendapatan Tiket Boncos, Tak Cukup untuk Bunga

Sepanjang 2024, KCIC mencatat sekitar 6 juta penumpang dengan tarif rata-rata Rp250 ribu per tiket. Pendapatan kotor setahun kira-kira Rp1,5 triliun. Itupun belum dikurangi biaya operasi.

Angka itu tak cukup untuk menutup beban bunga pinjaman yang mencapai Rp2 triliun per tahun.

Laporan keuangan semester I-2025 menunjukkan KCIC sudah menanggung rugi sekitar Rp1,6 triliun. Artinya, kereta cepat ini melaju kencang di rel bisnis yang masih merah.

Bahkan, bila tingkat okupansi meningkat, margin keuntungannya tetap tipis. Kemudian, beban operasi dan pemeliharaan kereta cepat bersifat padat modal dan teknologi tinggi tak bisa ditekan secara signifikan.

Masalah Aksesibilitas dan Integrasi Moda

Dari pantauan BANGSAONLINE di Stasiun Tegalluar Bandung, penumpang Whoosh di hari Jumat dan Minggu hanya sekitar 50 persen dari okupansi kereta tiap trip perjalanan.

Tak seperti okupansi penumpang KA Argo Parahyangan di Stasiun Bandung dan Gambir pada weekend umumnya.

Salah satu penyebab rendahnya okupansi ada pada akses ke stasiun. Stasiun Tegalluar di Bandung berada cukup jauh dari pusat kota. Transportasi feeder (pengumpan) belum sepenuhnya terintegrasi.