Berpotensi Maksiat, MUI Kota Probolinggo Respon Pengesahan Perda Pendapatan dan Restribusi Daerah

Berpotensi Maksiat, MUI Kota Probolinggo Respon Pengesahan Perda Pendapatan dan Restribusi Daerah Prof. Dr. KH. Muhammad Sulthon, MA merespon Perda Pendapatan dan Retribusi Daerah yang dinilai berpotensi maksiat.

PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo merespon pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Pendapatan dan Retribusi Daerah yang didalamnya mencantumkan jenis hiburan seperti panti pijat, bar, diskotek, dan tempat karaoke.

Seperti diketahui, Pemkot bersama DPRD telah mengesahkan Perubahan Perda Nomor 4 tahun 2023 tentang pendapatan dan retribusi daerah melalui Rapat Paripurna.

Ketua MUI Kota Probolinggo, Prof. Dr. KH. Muhammad Sulthon, MA mengatakan pihaknya memandang jika disahkannya Perda itu menimbulkan polemik di masyarakat. Karena, dirinya memandang keberadaan jenis hiburan seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, dan klub malam berpotensi kuat menimbulkan maksiat, merusak moral masyarakat, serta bertentangan dengan nilai-nilai agama.

“MUI juga menghormati kewenangan Pemkot dan DPRD dalam menyusun serta menetapkan kebijakan pajak dan retribusi daerah. Namun, menolak segala bentuk pengesahan dan legalisasi kegiatan yang secara substansial bertentangan dengan ajaran agama, etika moral publik,” ujarnya, Jumat (10/10/2025) kepada wartawan BANGSAONLINE dikantor MUI.

Tidak hanya itu, menurutnya, MUI juga menyerukan agar Pemkot dan DPRD meninjau kembali ketentuan dalam Perda tersebut, terutama yang terkait dengan pengenaan pajak terhadap jenis hiburan yang mengandung unsur maksiat, agar tidak menimbulkan persepsi legalisasi praktik amoral di masyakarat.

Selain itu, MUI juga menegaskan komitmenya untuk terus menjadi mitra kontruktif Pemkot dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang adil, berkeadaban, beraklaq mulia, serta berorentasi pada kemaslahatan umat dan keberkahan daerah.

MUI juga berharap, kedepan Pemkot maupun DPRD tetap harus melibatkan beberapa unsur masyarakat dalam menyusun Perda atau aturan hukum yang akan diterapkan di masyarakat. Hal ini, bertujuan agar tidak lagi menjadi polemik dan dapat meresahkan masyarakat.

“Selain itu, agar Pemkot dan DPRD melibatkan unsur masyarakat khususnya MUI tentang perencanaan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan,” pungkasnya. (ndi/msn)