Menagih Janji Program Teknokrasi "Bappenas NU" Erick Thohir di Lakpesdam

Menagih Janji Program Teknokrasi "Bappenas NU" Erick Thohir di Lakpesdam Aguk Irawan. Foto: Istimewa

Oleh Aguk Irawan MN

Erick Thohir, seorang pengusaha dan politisi yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN dan kini Menteri Pemuda dan Olahraga, dikukuhkan sebagai Ketua Lakpesdam NU pada 2023 dengan masa khidmat hingga 2027 oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Penunjukan ini menimbulkan berbagai spekulasi tentang motif di balik keputusan tersebut.

Setelah berjalan dua tahun lebih apa program dan kerja Eric Thohir yang visioner di Lakpesdam? Nyaris tak ada, bahkan bisa dibilang tak ada program Lakpesdam di bawah Erick yang viral itu menunjukkan ada gebrakan besar sesuai ekspektasi transformasi. Selain itu, kurang terlihat ada inisiatif yang mengintegrasikan jaringan pesantren dan potensi NU secara luas.

Jika itu ada program yang berjalan, maka itu hanya program warisan pengurus sebelumnya, diantaranya Penerbitan Jurnal Tashfirul Afkar, kemudian bekerjasama dengan Fatayat NU untuk Program Pencegahan Pernikahan Dini dan Pembelajaran Mitra Inklusi. Padahal Eric Thohir memiliki latar belakang sebagai teknokrat dan pengusaha, yang diharapkan dapat membawa transformasi strategis bagi Lakpesdam NU.

Dahulu dalam pidato Gus Yahya Pada Pembukaan Muktamar Pemikiran NU 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (1/12/2023) menjelaskan dengan diangkatnya Eric Thohir sangat Optimis menjadikannya semacam "Bappenas-nya NU" untuk perencanaan program dan penganggaran. Pada saat yang sama, Gus Yahya mengaku dirinya ingin membangun teknokrasi dalam operasi organisasional NU.

Menurutnya, figur Erick Thohir adalah orang yang sangat berpengalaman dan mempunyai track record kinerja yang bagus sekali dalam soal teknokrasi. Bahkan Gus Yahya dan pengurus PBNU berharap Erick dapat mengonsolidasikan transformasi Lakpesdam menjadi lembaga lebih strategis dan holistik.

Saat itu penulis sudah memberikan masukan, bahwa Lakpesdam tidak bisa didegradasi menjadi seperti Bappenas, karena jika itu terjadi sama saja dengan menurunkan aspek-aspek idealis menjadi lebih materialis. Menurunkan Lakpesdam menjadi selevel Bappenas sama dengan menurunkan level PBNU menjadi partai politik. Maka besar kemungkinan adanya disorientasi visi.

Lakpesdam bisa kehilangan fokus pada kajian substantif keislaman dan pengembangan SDM berbasis pesantren. Sebab ada dua dunia yang berbeda: yang pertama di ranah ideologis, dan yang terakhir di ranah materialis. Bagi aliran materialis, materi adalah hal utama. Sementara ide, spirit, dan gagasan merupakan perkara sekunder.

Berbeda halnya dengan aliran idealis, yang paling utama adalah ide sementara materi sebagai yang sekunder (George Novack,The Origins of Materialism, 1979). Dan karenanya, mustahil Lakpesdam didegradasi dari peran fungsinya yang semula idealis menjadi materialis sebagaimana Bappenas.

Selain itu, ada hal-hal subtantif lainnya yang berkenaan dengan profile dan rekam jejak secara individu, dan ini semestinya patut menjadi pertimbangan.

Pertama, kurangnya kesesuaian profil. Erick Thohir lebih dikenal sebagai pengusaha dan politisi daripada ahli kajian keislaman atau pengembangan SDM berbasis nilai-nilai NU. Lakpesdam NU membutuhkan kepemimpinan yang mendalam dalam tradisi keilmuan dan sosial NU.

Kedua, kurangnya akar pesantrennya Eric. Bahkan, Erick tidak memiliki latar belakang kuat sebagai aktivis atau alumni pesantren NU, yang bisa jadi membuatnya kurang memahami ethos dan spirit Nahdliyin.

Ketiga, rekam jejak Erick lebih dominan di ranah politik dan bisnis (BUMN, Menteri), berpotensi mengarahkan Lakpesdam ke arah pragmatisme ketimbang fokus kajian dan pengembangan SDM berbasis nilai.

Keempat, penunjukan Erick mungkin dilihat sebagai upaya transformasi yang dipaksakan tanpa mempertimbangkan kesiapan internal organisasi.

Kelima, jarak dengan tradisi NU. Lakpesdam NU seharusnya menjadi ruang kajian yang dekat dengan tradisi pesantren dan kultur NU; tetapi dengan kepemimpinan Erick bisa jadi memperlebar jarak ini.

Setelah dua tahun lebih berjalan, waktu pula yang membuktikan bahwa pengangkatan Erick Thohir sebagai Ketua Lakpesdam NU kurang tepat dan semakin ketara saat itu ada unsur motif politik terselubung dari pada kebutuhan idealisme organisasi. Mengingat jejak poliitik dan bisnis Eric, apalagi kemudian menjadi menteri BUMN, hal inilah yang menimbulkan pertanyaan besar saat itu tentang kesesuaian profil dan dampaknya bagi organisasi selain, risiko Lakpesdam lebih menjadi alat politik ketimbang lembaga kajian strategis.

Karena itu Lakpesdam NU darurat butuh figur yang mampu menghidupkan kajian kritis dan relevan dengan tantangan zaman. Selain itu, juga memerlukan pemimpin yang mengakar dengan tradisi pesantreni dan mampu membawa visi transformatif berbasis nilai keagamaan dan sosial. Karena Lakpesdam sejak kalahirannya memang diniatkan sebagai ruang Intelektual yang membumi. Wallahu'alam bishawab.

Yogyakarta, 25 September 2025

*Warga Nahdliyin dan Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Yogyakarta.