Bayu Skak, Pencipta Film Bahasa Jawa, Angkat Harga Diri Surabaya, Malang, dan Jawa Timur

Bayu Skak, Pencipta Film Bahasa Jawa, Angkat Harga Diri Surabaya, Malang, dan Jawa Timur Bayu Skak. Foto: wikipidea

MALANG, BANGSAONLINE.com - Nama aslinya Bayu Eko Moektito. Tapi populer dengan (Sekelompok Anak Kesel). Anak muda berusia 29 tahun itu kini populer sebagai pemeran, , , , komedian, penyanyi, dan penulis lagu.

Yang hebat, Bayu sangat teguh pendirian dan mengangkat nama dan harga diri daerah. Khususnya Malang dan Jawa Timur. Maksudnya?

Nah, silakan simak tulisan wartawan dan kolumnis kawakan, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA, hari ini, Kamis 7 Desember 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini.

UNTUNG ketika itu Universitas Negeri Malang membuka jurusan animasi. "Saya mahasiswa pertama ketika jurusan itu dibuka," ujar anak muda yang Anda sudah kenal ini: .

Saya satu pesawat dengan Bayu Selasa sore kemarin. Lagi sama-sama kesel: pesawat jurusan Juanda-Halim ini delay dua jam. Kami sudah di dalam pesawat. Tapi tidak kunjung ada tanda berangkat.

Akhirnya kami tahu kenapa. "Cuaca di Halim lagi buruk. Jarak pandang terbatas. Kami diminta jangan terbang dulu," ujar pengumuman dari kapten pilot.

Lega. Hanya perlu menunggu cuaca membaik. Saya pun pindah ke kursi kosong di sebelah Bayu. Bisa buang waktu sambil ngobrol. Sekalian saya bisa menulis tentang anak muda hebat ini. Kebetulan saya dan ia satu ideologi: pro-otonomi dan pro desentralisasi.

Bayu ternyata tipe anak yang teguh: film buatannya harus pakai bahasa Jawa. Krunya pun harus setidaknya 50 persen orang lokal. Pemain filmnya lebih gila lagi: harus 90 persen orang setempat.

Yang dimaksud orang lokal adalah Jatim. Terutama Surabaya. Lebih utama lagi adalah Malang: kota kelahirannya.

Bayu menolak keinginan investor agar yang main film adalah pegiat medsos tertentu. Yakni yang punya follower minimal 10.000. Bayu berprinsip siapa pun bisa jadi pelakon: yang penting kualitas aktingnya.

Berkat keteguhan Bayu itu lahirlah film layar lebar Yowis Ben (Biarin). Full bahasa Jawa. Jawa Timuran. Yang ternyata laris. Sampai ada Yowis Ben 2, Yowis Ben 3, dan Yowis Ben 4.

Bahkan penonton bisa dibilang ketagihan. Maka muncullah film baru yang Anda pasti sudah menontonnya: Lara Ati (baca: loro ati, Sakit Hati).

Bayu sendiri yang menjadi . Juga penulis skenarionya. Pun bintang film utamanya.

Suatu ketika Bayu datang ke produser. Ia menyodorkan skenario. Begitu dilihat berbahasa Jawa, skenario itu diempaskan: ditolak.

Bayu datang ke PH lain. Nasibnya sama. Sampai 4 PH masih belum juga diterima. Kisah sukses sering diawali dengan penolakan-penolakan seperti itu.

Pun ketika akhirnya ada yang mau menerima. Semata demi nama besar Bayu di YouTube. Syuting pun segera dimulai. Di Malang. Kru dari Jakarta tiba di Malang. Pimpinan produksi itu tiba-tiba mengatakan: "Bayu, saya tidak pede dengan film berbahasa Jawa ini. Ganti saja dengan bahasa Indonesia".

Bayu tidak mau menjawab permintaan mendadak itu. Ia bergegas ke Jakarta: menemui bos rumah produksi. "Saya pertaruhkan nama saya. Saya tetap minta berbahasa Jawa," katanya. Bayu sampai memberikan garansi: kalau penontonnya kurang dari 500.000 nggak usah dibayar. "Saya minta jaminan saya itu dimasukkan dalam kontrak. Saya siap menandatanganinya," ujar Bayu kepada bos itu seperti dikutipkan untuk Disway.

Ternyata Bayu benar. Penonton Yowis Ben itu di atas 1 juta orang. Dari kenyataan itulah lahir Yowis Ben berikutnya.

Lara Ati tidak perlu mengulangi drama Yowis Ben. Langsung sukses. Penayangan di layar lebar baru saja selesai. Pindah ke Netflix. Berhasil jadi peringkat pertama.

Waktu Yowis Ben diputar di festival di Los Angeles, Bayu kaget. "Penonton bule juga pada tertawa. Berarti bisa diterima di sana," katanya. Di sana film itu disertai teks bahasa Inggris.

Bayu punya logika kuat. "Kita kan biasa nonton film berbahasa Inggris atau Korea. Apa bedanya dengan bahasa Jawa. Kan ada teks Indonesianya," ujar Bayu.

Sukses Yowis Ben dan Lara Ati itu memberikan pelajaran berharga bagi Bayu. "Berarti sekarang sudah bisa lahir film berbahasa Sunda dan Batak," ujarnya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO