MADIUN, BANGSAONLINE.com - Budaya menjadi salah satu media pemersatu bangsa. Harus selalu dijaga.
Karena itu, Kota Madiun sengaja menggelar berbagai seni-budaya dalam rangkaian peringatan Hari Jadi ke-100 tahun ini. Salah satunya, pagelaran seni ketoprak di Kelurahan Josenan, Minggu (22/7/2018) malam. Tujuannya sama, guna melestarikan kebudayaan daerah.
‘’Ini merupakan wujud syukur Bangsa Indonesia dan Kota Madiun, khususnya, memiliki beraneka seni budaya. Salah satu bentuk mensyukurinya dengan terus melestarikan seperti ini,’’ kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Madiun Agus Purwowidagdo.
Ketoprak dengan cerita ‘Pangeran Sentiko’ tersebut sengaja menggunakan pemain dari warga Kota Madiun. Artinya, Kota Madiun juga banyak memiliki seniman. Terutama seniman ketoprak. Lakon yang dibawakan juga tak jauh dari cerita Kota Madiun.
Cerita berawal dari peristiwa palihan nagari pada 13 Februari 1755 lalu. Keraton Mataram di Surakarta pecah menjadi dua. Yakni, Surakarta dan Ngayogyakarta. Ini berdampak pada sebagian pemerintahan Kerajaan Mataram, termasuk Kabupaten Madiun yang saat itu dipimpin Bupati Mangkudipuro.
Bupati Madiun ini dianggap kurang loyal di bawah kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta. Kedudukan Pangeran Mangkudipuro lantas digeser ke Kabupaten Caruban. Pangeran Sentika yang tak lain ipar Sultan Hamengku Buwana ditunjuk sebagai penggantinya. Pangeran Sentika ini bernama Pangeran Mangkubumi sebelumnya.