​Berbekal Kunir, Jalan Kaki Cirebon-Surabaya, Kisah Pendiri NU KH Abd Chalim (2)

​Berbekal Kunir, Jalan Kaki Cirebon-Surabaya, Kisah Pendiri NU KH Abd Chalim (2) Inilah foto KH Abdul Chalim dan "sejarah singkat" yang ditempel di dinding makamnya di Desa Leuwimunding Majalengka Corebon Jawa Barat. foto: MA/ BANGSAONLINE

Sepulang dari Makkah, tutur Kiai Asep, Kiai Abdul Wahab Hasbullah pulang ke Jombang Jawa Timur, sedang ayahnya pulang ke Cirebon Jawa Barat. Kiai Abdul Wahab yang mulai aktif mendirikan organisasi lalu sering di Surabaya.

Saat itulah Kiai Abdul Wahab minta agar Kiai Abdul Chalim ke Surabaya. Maklum, saat mereka berdua belajar di Makkah punya komitmen untuk berjuang memerdekaan Republik Indonesia (RI) yang saat itu dijajah Belanda. ”Ayah saya ke Surabaya jalan kaki dan hanya berbekal kunir. Jadi ayah saya hanya makan kunir,” kata Kiai Asep.

Tampaknya jalan kaki dan hanya makan kunir itu merupakan bagian dari tirakat Kiai Abdul Chalim. Karena banyak sekali ulama atau kiai Jawa Barat seperti kiai dari Banten, Cirebon dan sebagainya melakukan tirakat dengan jalan kaki jika ziarah ke makam keramat ulama besar dan berpengaruh.

Bahkan sampai tahun 70-an saya sering menyaksikan banyak sekali para musafir asal Cirebon dan Banten jalan kaki ketika ziarah ke makam Syaikhona Cholil bin Abdul Latif Bangkalan dan Kiai Syamsuddin Batu Ampar Madura. Saya tahu mereka karena rumah saya - atau lebih tepatnya rumah orang tua saya - di pinggir jalan raya di Patemon Tanah Merah Bangkalan Madura.

Jadi saat masih kecil saya sering menyaksikan orang-orang asal Cirebon dan Banten itu berjalan kaki di depan rumah saya. Pakaian mereka khas. Mereka pakai celana selutut dan sarung bahkan banyak yang bersorban. Mereka bawa tongkat dan bekal yang digendong di punggungnya.

Dari mana saya tahu mereka asal Cirebon dan Banten atau dari Jawa Barat? Bukankah saya saat itu masih sangat kecil? Mereka sering mampir ke masjid untuk salat. Masjid itu tak jauh dari rumah saya. Saat itulah kadang terjadi komunikasi dengan jamaah masjid meski hanya sekedar tanya dari mana dan mau ke mana. Saya yang masih kecil hanya mendengarkan dari para jamaah yang melakukan komunikasi denga para musafir itu.

Jadi tirakat jalan kaki itu memang biasa dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu. Bahkan ketika saya masih kecil juga jalan kaki ketika ziarah ke makam Syaikhona Cholil pada malam 21 atau 27 Ramadan. Bersama para ustadz dan teman ngaji di kampung kami jalan kaki ke makam Syaikhona Cholil yang jaraknya sekitar 15 kilo meter dari kampung saya.

Karena itu wajar jika Kiai Abdul Chalim ke Surabaya jalan kaki dan hanya makan kunir. (bersambung/MA)  

Sumber: MA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Dulu Banyak Sinis dan Tertawa, Kini Miliki 12.000 Santri, ini Ijazah Amalan Kiai Asep':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO