JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Selain penghasil durian, Desa Galengdowo, Wonosalam, Jombang menjadi penghasil salak. Berbeda dengan daerah lain, salak di kampung ini dibudidayakan dengan cara organik.
Seperti yang dilakukan Cahyono (40), salah satu petani salak Galengdowo. Menurut dia, perkebunan salak organik di kampung ini sudah diakui oleh Pemprov Jatim.
BACA JUGA:
- Pecah Ban, Bus Pahala Kencana Terbakar di Tol Jombang-Mojokerto
- Pengadilan Negeri Jombang Tolak Gugatan Sengketa Kakak Ipar Senilai Rp5,9 Miliar
- Tertipu Ratusan Juta, Puluhan Korban Aplikasi Smart Wallet di Jombang Geruduk Rumah Anggota Dewan
- Polsek Peterongan Jombang, Bina dan Ajak Tadarus Remaja yang Terjaring Razia Balap Liar
"Kalau saya pakai pupuk organik, pupuk kandang dan kompos dari kulit kopi," kata dia saat ditemui wartawan di kebun miliknya, Jumat (27/4).
Kebun milik Cahyono seluas 3.000 meter persegi, penuh dengan pohon salak jenis Pondoh Lumut. Selain buahnya berukuran besar, salak jenis ini mempunyai rasa yang manis.
Sayangnya, lanjut Cahyono, manisnya salak petani Galengdowo, tak semanis harga jualnya saat ini. Di tengah panen raya, harga jual salak mereka justru anjlok.
Di masa panen raya tahun lalu, salak organik di Desa Galengdowo masih dihargai Rp 7.000/Kg. Saat ini harga salak hanya Rp 5.000/Kg. Meski tak sampai merugi, harga jual itu tak sebanding dengan jerih payah para petani.