​Khawatir Retribusi Cacat, Progam PTSL Disoal DPRD Tuban

​Khawatir Retribusi Cacat, Progam PTSL Disoal DPRD Tuban Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tuban Agung Supriyanto.

TUBAN, BANGSAONLONE.com - Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau sebelumnya bernama Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) yang dilaksanakan di Kabupaten Tuban oleh Badan Pertanahan Negara, disoal DPRD setempat.

Ketua Komisi A Agung Supriyanto mengungkapkan jika pelaksanaan progam PTSL di desa atau kelurahan oleh tim kelompok kerja dan BPN masih ada kesimpangsiuran, terutama dalam pengawasannya. "Memang saat ini masih debatable dan masih punya sudut pandang untuk menyikapi pelaksanaan program ini (PTSL)," katanya saat dikonfirmasi BANGSAONLINE.com, Rabu (14/3).

Politikus PAN tersebut memandang dalam peraturan menteri agraria nomor 4 tahun 2015 sudah diatur mekanisme tata pelaksanaannya. Namun, dalam menerapkan dan praktek pelaksanaan di Tuban pada tahun ini, DPRD masih melihat belum adanya sinergi dari masyarakat selaku pemohon maupun dengan tim, kelompok kerja, BPN atau institusi pemerintah daerah selaku vasilitator.

"Kami monitoring di lapangan, salah satu yang menjadi problem prona adalah beban biaya yang dibebankan oleh pemohon (warga)," paparnya.

"Di lapangan sebagian besar pemahaman masyarakat pengurusan prona dianggap gratis. Anggapan ini perlu diluruskan, apabila semua persyaratan atau berkas masuk meja BPN pemohon itu gratis. Akan tetapi, melengkapi persyaratan masih menjadi kewajiban pemohon yaitu menyangkut atas haknya," paparnya.

"Hak tersebut meliputi meliputi pemasangan patok dan pengukuran untuk mengetahui lokasi tanah. Yang kedua peralihan hal untuk mengetahui asal usul tanah serta menyerahkan bukti setor Biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan atau BPHTB," jelasnya.

Sementara itu, data yang berhasil dihimpun di lapangan dalam pelaksanaan progam PTSL, bahwa untuk kepengurusan administrasi pengajuan dikenakan biaya sebesar Rp 400 ribu tanpa diberikan pengertian penjabaran alokasi biaya tersebut.

"Mau tidak mau kulo ikutkan sertifikat pak, sebab kata petugas kalau tidak lewat pendaftaran prona, ngurus surat tanah mahal," ungkap salah seorang warga desa Mulyoagung, Senin (13/3) kemarin.

Besar biaya administrasi pengajuan sertifikat tanah sebesar Rp 400 ribu terkesan serempak di berbagai wilayah kecamatan. Namun, sebagian wilayah para pemohon ada yang masih dikenakan biaya tambahan Rp 200 hingga Rp 400 ribu oleh kelompok kerja progam PTSL jika dalam pengajuan kepengurusan status tanah terdapat peralihan asal usul hak tanah seperti hibah, peralihan nama.

"Ya tidak paham pak, ada tambahan biaya untuk peralihan. Katanya biaya segitu untuk beli patok, materai, administrasi dan lain lainnya," beber pemohon asal Kecamatan Jatirogo yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diturunkan, wartawan BANGSAONLINE.com masih kesulitan untuk menemui ketua pelaksana progam PTSL maupun pengawas dan vasilitator Pemerintah Kabupaten Tuban.

Sekadar diketahui, pada tahun 2018, Pemerintah Pusat menargetkan 7 juta sertifikat. Sedangkan Tuban kebagian alokasi 64 ribu bidang tanah yang diajukan oleh 33 desa atau kelurahan. (ahm/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO