Pasang Surut Pengrajin Gerabah di Gemenggeng Nganjuk, Ingin Berinovasi, Tapi Terkendala Modal

Pasang Surut Pengrajin Gerabah di Gemenggeng Nganjuk, Ingin Berinovasi, Tapi Terkendala Modal Tarsi (58), salah satu pengrajin gerabah di Dusun Babatan, Desa Gemenggeng, Kecamatan Bagor, Nganjuk saat sedang membuat layah secara manual. foto: INTAN/ BANGSAONLINE

NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Memilih untuk tetap bertahan. Begitulah kondisi para pengrajin gerabah di Desa Gemenggeng, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.

Di desa Gemenggeng, membuat gerabah merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Setiap hari, mereka tetap memproduksi kerajinan tangan dari tanah liat seperti klowong, layah, wajan, kendil, kuali, kekep, ngaron, keren, jambangan hingga pot, meski kondisi cuaca tak menentu.

Tarsi (58), salah satu pengrajin gerabah, mengatakan kendala yang dihadapi saat ini adalah hujan yang turun terus-menerus. Hal ini membuat produksi menurun. "Kalau hari biasa pas musim kemarau, per hari bikin 30 biji. Tapi kalau musim hujan, produksi 30 biji butuh waktu 3-7 hari," kata Tarsi, Minggu (22/01).

Menurut Tarsi, turunnya hujan berpengaruh besar dalam produksi gerabah karena memperlambat proses pengeringan. Hal tersebut juga mempengaruhi waktu pembakaran gerabah menjadi produk jadi.

"Biasanya 15 hari kering, terus dibakar dan dijual. Kalau sekarang nunggu sebulan baru bisa dibakar dan dijual," tambah Tarsi.

Aminah (57), seorang pengepul dari desa yang sama mengakui saat ini dirinya kesulitan dalam memenuhi permintaan gerabah dari para pembelinya. Selain karena faktor musim, jumlah pengrajin gerabah juga terus mengalami penurunan. Penyebabnya tak lepas dari banyak warga yang memilih untuk bekerja di kantor atau pabrik.

"Dulu saya kulakan gerabah dari banyak orang, bisa sampai 10 orang. Tapi sekarang cuma dari 3 orang pengrajin saja," jelas Aminah.

Lihat juga video 'Reses II, Anggota DPRD Jatim Ida Bagus Nugroho Serap Aspirasi Warga Desa Jaan, Nganjuk':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO