Mewaspadai Manipulasi Opini Medsos dalam Diplomasi

Mewaspadai Manipulasi Opini Medsos dalam Diplomasi Menlu Retno Lestari Priansari Marsudi saat bertemu dengan KH. Hasyim Muzadi pada acara Foreign Policy Breakfast, di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kecepatan informasi yang digerakkan Media sosial menjadi menjadi bagian dari revolusi teknologi yang tidak terelakkan. Namun sayang informasi yang berseliweran di medsos kebanyakan tidak didukung oleh ketepatan data dan akurasi fakta.

Derasnya informasi melalui medsos membuat otak kita penuh dan kenyang mengkonsumsi berbagai berita dan opini. Akan tetapi tanpa seleksi yang ketat maka informasi yang masuk hanya akan menjadi sampah bukan nutrisi atau vitamin yang baik untuk dikonsumsi oleh otak.

Selain itu medsos sering juga digunakan untuk mengaburkan kebijakan pemerintah, menyerang sikap penguasa dan menyebarkan kebencian atas segala yang dilakukan oleh pemerintahan yang sah dan demokratis dengan teknik manipulasi serta pengkaburan realitas.

Salah satu contoh adalah manipulasi berita yang disebarkan oleh medsos (twitter) tentang abstainnya pemerintah RI terkait sikap Indonesia dalam voting rancangan resolusi di Dewan HAM PBB.

Apa penjelasan Kementerian Luar Negeri (Kemlu)?

Pembahasan di Twitter itu mengemuka setelah muncul foto hasil voting dengan tajuk 'The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic'. Dalam foto tersebut Indonesia berstatus abstain. Hal ini lantas memicu pembahasan, dan tak sedikit yang mengkritik sikap Indonesia tersebut mengingat situasi di Aleppo Suriah saat ini sangat memprihatinkan.

Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dalam forum Foreign Policy Breakfast, 22 Desember 2016, menjelaskan bahwa Indonesia memang pernah abstain dalam voting di sidang PBB soal pelanggaran hak asasi manusia di Suriah. Itu merupakan sikap Indonesia pada voting dalam rancangan resolusi di Dewan HAM PBB pada Juli 2016, bukan pada resolusi terbaru yakni pada Desember 2016.

Rancangan resolusi Dewan HAM di Jenewa terkait situasi HAM di Suriah tersebut dipungutsuarakan bulan Juli 2016 yang lalu.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO