Tafsir Al-Nahl 68-69: Menghormati Rumah Binatang

Tafsir Al-Nahl 68-69: Menghormati Rumah Binatang

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com – “Wa auha rabbuka ila al-nahli ani ittakhidzii mina aljibaali buyuutan wamina alsysyajari wamimmaa ya’risyuuna. Tsumma kulii min kulli altstsamaraati fauslukii subula rabbiki dzululan yakhruju min buthuunihaa syaraabun mukhtalifun alwaanuhu fiihi syifaaun lilnnaasi inna fii dzaalika laaayatan liqawmin yatafakkaruuna”.

Dalam ayat studi ini, tidak saja tergambar perencanaan dari kerja besar koloni tawon, bahkan lengkap dengan beberapa petunjuk tehnik. Dalam ayat studi ini, strategi perencanaan pun telah ditunjuk sedemikian rupa sehingga memudahkan kerja para koloni.

Mula-mula Tuhan men-training lebih dulu dengan bekal-bekal yang dibutuhkan dan itulah yang kemudian disebut pewahyuan (wa auha Rabbuk ila al-nahl). Kedua, diperintahkan membangun sarana lebih dahulu. Sarana ini adalah rumah tinggal bagi sang ratu bersama koloninya, sekaligus merupakan pabrik yang produktif. Untuk urusan ini, Tuhan menunjuk tiga media:

Pertama, gunung (an ittakhidzi min al-jibal buyuta). Koloni ini memilih gunung, kadang di dalam rongga luas sebuah perbukitan, seperti goa dan lain sebagainya. Kedua, pohon-pohon (wa min al-syajar). Ada pohon-pohon tertentu yang disukai lebah sebagai tempat tinggal. Selain petimbangan kenyamanan, juga karena keamanan. Ketiga, wa mimma ya'risyun. Atap rumah atau sejenisnya.

Tiga jenis tempat tinggal tersebut mengisyaratkan sifat lebah, dari yang liar, setengah liar dan yang rumahan. Ditunjuknya ada lebah rumahan mengisyaratkan bahwa lebah itu dekat dengan kehidupan manusia, sehingga indikasi bersahabat ada. Artinya, Tuhan memamerkan hal itu agar manusia berpikir cerdas, seperti membudidayakan dan sebagainya.

Tidak hanya itu, dengan klasifikasi tersebut, kiranya menunjuk urutan kualitas produknya. Dalam artian, bahwa madu produk lebah kelompok pertama (tawon gunung) relatif lebih baik dan lebih berkualitas dari pada madu yang diproduksi oleh lebah kelompok kedua (tawon pohon). Begitu halnya madu produk lebah kedua, kiranya lebih bagus ketimbang madu produk lebah rumahan. Dilihat dari asupan makanannya, di mana lebah gunung mengkonsumsi makanan yang lebih variatif dan alami, rasanya benar begitu. Allah a'lam.

Intruksi Tuhan agar lebah membuat rumah lebih dahulu sesuai selera dan keadaan ini memberi pelajaran bagi umat manusia, bahwa hendaknya kepala rumah tangga jauh hari sudah berpikir soal rumah tinggal. Mau punya rumah seperti apa dan tinggal di mana. Tentu saja, soal kapan terwujud, itu tergantung keadaan dan kemampuan. Pastinya tidak sama antara rumah hewan dan rumah manusia.

Kawanan burung tidak membutuhkan rumah khusus, karena semua cabang dan ranting adalah kamar tidur yang nyaman dan alami. Hanya setelah berkeluarga, barulah menyiapkan sarang untuk kelahiran sang baby idaman. Rumah baby itu cepat dibuat karena bahan telah tersedia dan hanya untuk sekali pakai. Bahkan beberapa hewan liar tak butuh sama sekali. Serigala, domba, kuda bisa tidur di mana saja dan melahirkan di mana saja.

Sementara manusia tidak seperti itu, rejeki yang ada acap kali tidak bejalan seimbang dengan kebutuhan. Meski ngontrak pada awal kehidupan, meski ngemper-ngemper pada usia muda, semuanya boleh dikata pasti punya rumah sendiri pada akhirnya. Umumnya begitu. Itulah karunia Tuhan yang nyata, hingga jumlah gelandangan sungguh sangat sedikit dibanding penduduk berumah hunian.

Yakinlah, bahwa Tuhan telah mempersiapkan rumah tinggal teruntuk setiap mansuia. Manusia tinggal berusaha, lalu menjaganya sebaik mungkin. Lebah saja disediakan rumah tinggal begitu luas dengan tiga klaster, apalagi untuk manusia. Sayang, kadang ada manusia ceroboh dan terlalu menuruti nafsu sehingga terperosok dalam kerugian fatal, sudah punya rumah, tapi habis terjual, bahkan tersita amblas di meja judi.

"an ittakhidzi min al-jiba buyuta". Sebegitu bagus petunjuk Tuhan kepada koloni lebah dengan terlebih dahulu membuat rumah yang kemudian berfungsi juga sebagai rumah bersalin sekaligus home industri. Rumah lebah ini dibangun secara bersama-sama, seolah setiap lebah adalah arsitek yang handal.

Rumah itu berupa petak-petak kecil bersinambungan dan berbentuk segi enam atau hexagonal. Bentuk ini, selain artistik, sungguh kokoh, efektik dan efisien. Selain sisi-sisinya saling memperkuat satu dengan yang lain, juga tidak ada sedikit pun ruang yang mubadzir. Semuanya berkaitan dan menggabung menjadi satu kesatuan bangunan. Meski cenderung minimalis, tapi amat kokoh dan cantik.

Ilmu rancang bangun yang mereka miliki telah didapat langsung dari Allah SWT melalui pewahyuan yang alamiah. Meski tidak kenal ukuran centimeter, mili atau inchi, tapi mereka mampu membuat setiap petak segi enam tersebut dalam ukuran yang tepat dan sama. Tidak ada sisi yang ukurannya kepanjangan atau kepedendekan, semua sama persis sehingga risiko melencengnya adalah nol. Itulah, maka maha benar Allah SWT mengangkat lebah ini sebagai salah satu tanda kebesaran-Nya.

Jadi, ada binatang yang sepintar itu mebuat rumah dan dikerjakan bersama dan ada juga hewan yang bisa membuat rumah tinggal dengan tenaga sendiri seperti beberapa burung pejantan tertentu. Saat dewasa dan sudah waktunya mencari pasangan hidup, burung manyar jantan membuat rumah sebagus mungkin demi menarik perhatian para calon istrinya. Cewek-cewek burung manyar terkenal sangat matre dan memilih rumah yang paling bagus.

Jika dirasa kurang sreg, maka dia mudah sekali minggat dan mencari cowok yang rumahnya lebih bagus. Si cowok yang rumahnya lama tidak dikunjungi cewek, mungkin karena kurang bagus, dia merasa kesal dan segera membangun rumah baru lagi yang lebih artistik. Maka jangan heran sarang burung Manyar bagus-bagus dan rumit, bahkan bertingkat. Mereka yang punya keahlian arsitektur dan desain yang hebat, itulah cowok idaman para cewek.

Bahwa benar, rumah burung hanya sekali pakai dan setiap kali hendak punya anak, maka membuat rumah baru, sedangkan rumah manusia hingga diwariskan dan turun-temurun. Meski demikian, janganlah terjebak pada kemewahan rumah. Kurang apa diri Rasulullah Muhammad SAW, utusan agung dan disayang Tuhan, tapi anak beliau tak ada yang ditinggali warisan duniawi sama sekali, apalagi rumah.

Beliau, keseharian hidup di kamar-kamar sederhana dekat masjid. Hartanya sangat banyak, tapi habis untuk agama. Meski nabi Sulaiman A.S. kaya raya, tapi kini tak tersisa peninggalannya. Sulaiman bukan dipuji karena kekayaannya, bukan pula karena kemegahan istananya, bukan pula karena kekuasaannya yang menyeluruh hingga ke kawanan jin, tetapi beliau dipuji karena kesalehannya, saleh kepada Tuhan dan saleh kepada para ciptaan.

Begitu perhormatan Tuhan kepada rumah milik para binatang. Rumah semut yang berada di dalam tanah wajib dihormati. Rasulullah SAW melarang kita kencing di lobang serangga. Dilarang pula kencing di air tenang, apalagi di atasnya ada pohon rindang yang mengayomi.

Katanya, selain mencemari air, tempat itu paling disukai kawanan jin. Kencing di situ sama halnya dengan mengencingi rumah mereka. Tuhan juga menyediakan rumah bagus, indah dan asri untuk kawanan ikan di laut. Makanya, haram hukumnya bagi siapa saja yang merusak terumbu karang.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO