
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Mantan Presiden Jokowi disebut telah membajak sejumlah kader Partai Nasdem untuk diangkut masuk kepengurusan Partai Solidaritas Indonesia alias PSI yang dipimpin putranya, Kaesang Pangarep. Diantaranya Ahmad Ali, mantan wakil ketua umum DPP Nasdem pimpinan Surya Paloh.
Selain Ahmad Ali juga ada nama Bestari Barus. Dia kader Nasdem yang juga disebut pindah ke PSI.
Kader Nasdem lain yang disebut pindah PSI adalah Sri Sajekti Sudjunadinbspatau, mantan Ketua DPW Nasdem Jawa Timur. Perempuan yang akrab dipanggil Jeanette itu juga pernah menjabat Ketua Koordinator Bidang Ideologi, Organisasi dan Kaderisasi DPP NasDem.
BACA JUGA:
Menurut informasi yang disampaikan podcast Bocor Alus Tempo, Jokowi tidak hanya membajak kader Nasdem tapi juga merayu kader-kader PKB dan PDIP. Politisi PKB yang dirayu Jokowi adalah Abdul Kadir Karding, mantan Sekjen DPP PKB. Karding sempat masuk dalam kabinet Presiden Prabowo sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sejak 2024. Tapi kemudian dipecat pada 2025.
Cak Imin dikabarkan tak keberatan Karding hengkang ke PSI. “Kader PKB yang pindah karena di KPB sudah tidak dapat tempat,” kata Muhaimin.
Karding memang tak sejalan dengan Muhaimin. Bahkan meski dia disebut sebagai kader PKB, tapi Karding sebenarnya sudah lama berseteru dengan Muhamin.
Informasi yang beredar, bukan hanya Karding yang merasa tak nyaman dengan Cak Imin. Banyak kader PKB lain yang secara diam-diam merasa sumpek di PKB gara-gara kepemimpinan Muhaimin yang one man show.
“Muhaimin one man show dan otoriter, hanya mementingkan keluarga dan kakaknya,” kata beberapa pengurus PKB yang enggan disebut mamanya.
Untuk kader PDIP Jokowi membidik politisi yang masuk PDIP karena loyal dan masuk PDIP karena mengikuti Jokowi. Terutama di Jawa tengah.
Manuver politik Jokowi belakangan kian intensif dan agresif. Ia bahkan pagi-pagi dan belum apa-apa sudah menggaungkan Prabowo-Gibran dua periode. Padahal kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum menunjukkan track record yang on the track.
Terutama Gibran yang semakin banyak dihujat publik karena dianggap tidak perform alias tidak punya kapasitas yang memadai. Lebih runyam lagi kini ijazah Gibran sedang ramai disorot karena diduga palsu.
Begitu juga Jokowi. Semakin banyak publik menghujat dan mempersoalkan ijazahnya yang juga diduga palsu. Yang menarik, baik Jokowi maupun Gibran sama-sama tak mau menunjukkan ijazahnya ke publik.
Bahkan Jokowi tidak hanya dihujat karena ijazanya yang diduga palsu, tapi juga karena selalu cawe-cawe politik, terutama untuk mempertahankan Gibran dalam dua periode.
Jokowi juga disorot publik karena proyek-proyek mercusuaranya menghambur-hamburkan uang dan menumpuk hutang luar negeri. Proyek IKN dan kereta cepat whoosh yang rugi triliunan telah menjadi peninggalan Jokowi yang sangat memberatkan pemerintah dan rakyat Indonesia.
Dulu Jokowi sempat berjanji bahwa dana untuk Pembangunan IKN 80 % berasal dari investor. Ternyata tak ada investor masuk. Bahkan justeru mengeruk APBN untuk membiayai proyek yang disebut-sebut mulai mangkrak itu.
Janji Gibran saat kampanye juga nol semua. Putra sulung Jokowi itu saat kampanye Pilpres berjanji akan menciptakan 19 juta lapangan kerja untuk menyerap para pengangguran di Indonesia. Tapi sampai sekarang janji itu tinggal janji. Bahkan Gibran tak mau membicarakan janji 19 juta lapangan pekerjaan itu. Yang dia lakukan hanya turun ke kampung-kampung untuk pencitraan.
Tak aneh jika kemudian muncul komentar-komentar pedas dari netizen.
“Wong Gibran sendiri dicarikan pekerjaan oleh bapaknya (Jokowi), mana bisa dia menciptakan 19 juta lapangan kerja,” kata netizen.
Memang ironis. Tapi Jokowi tampak abai terhadap berbagai kritik yang muncul dari masyarakat. Ia terus melakukan manuver untuk kepentingan politik anak-anaknya.
Akankah Jokowi bisa membesarkan PSI di tengah nama yang meredup dan reputasinya yang babak belur dihujat rakyat? Bukankah para pimpinan parpol yang mendukungnya pada Pilpres 2024 lalu sudah mulai menjauh?
Bahkan mereka secara vulgar menyatakan akan mencalonkan Prabowo pada 2029 tapi soal cawapres nanti dulu. Tampaknya para pimpinan parpol juga sadar bahwa diri mereka jauh lebih pantas jadi cawapres ketimbang Gibran yang sudah jelas tak bisa berbuat apa-apa. Toh Jokowi sudah tak bisa lagi mengoptasi dan mengkriminalisasi mereka karena sudah lengser, betapapun mereka juga punya kasus hukum.
Kita tunggu saja episode politik berikutnya.