Tafsir Al-Kahfi 39-41: Studi Bahasa

Tafsir Al-Kahfi 39-41: Studi Bahasa Ilustrasi.

TAFSIR AKTUAL

Ada dua kalimat dalam deretan ayat kaji di atas yang menarik digali bias maknanya. Pertama, "... fa tushbih sha'ida zalaqa". Tanah yang halus. Potongan ayat ini dijadikan al-Syafi'ie sebagai dasar ijtihad perihal sifat tanah (sha'id) yang sah dijadikan media bertayammum, yakni "zalaqa", lembut, halus.

Sebab yang halus itu bisa menempel di wajah dan kedua tangan (anggota tayammum) sebagai persyaratan bersuci. Dan yang halus, lembut (zalaqa) itu adalah debu saja, lain tidak. Jadi, bagi al-Syafi'iy, bertayammum hanya sah jika pada debu. Sementara pasir, krikil, batu, kayu dan sebangsanya tidak sah dipakai media bertayammum. Allah a'lam.

Kedua, fungsi mashdar yang bisa sebagai isim fa'il. "aw yushbih ma'uha ghaura". Airnya lenyap. Kata "ghaur" adalah bentuk masdar, tapi difungsikan sebagai isim fa'il, yakni "Gha'ir" menerangkan kata "ma'uha". Ulama' bahasa arab lantas men-justice masdar macam ini sebagai bersifat universal, baik untuk mudzakkar, muannats, mutsanna, atau jamak.

Misalnya, membahasakan orang yang adil, dengan bentuk fa'il, 'Adil (Ain, alif, dal, dan lam). Sedangkan pakai bentuk masdar, bunyinya 'Adl. (ain, dal dan lam). Sama dengan Fadl (Fadil), Ridla (Radli), Fithr (Fathir). (al-Jami' li Ahkam al-qur'an:X/p.409).

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO