Tafsir Al-Kahfi 19-20: Ibadah, Mendaftar Barang yang Hendak Dibeli

Tafsir Al-Kahfi 19-20: Ibadah, Mendaftar Barang yang Hendak Dibeli Ilustrasi

Kesembilan, pemimpin itu lebih mengutamakan anggota, rakyat daripada diri sendiri. "... falya'tikum bi rizq minh". Hendaknya dia (Tamlikha) datang membawa makanan untuk kalian. Ini ucapan tetua ashabul kahfi, sebut saja Muksalmina. Dia berkata kepada anggota termuda (Tamlikha) agar pergi ke kota/desa untuk membeli makanan. Kata "Kum", dlamir jamak artinya "kamu semua". Mukaslmina tidak berkata "NA" (falya'tiNA) yang artinya "kita", membeli makanan untuk kita.

Artinya, makanan yang hendak dibeli oleh Tamlikha itu diperuntukkan lebih dahulu buat adik-adiknya, anggotanya. Setelah dirasa cukup, maka baru dirinya makan. Hal itu karena Muksalmina mengantisipasi kalau-kalau porsi makanan yang dibeli Tamlikha tidak cukup, mengingat kondisi rumah makan yang ada di desa belum tentu punya stok memadai.

Alasan lain, juga karena waktunya sudah sore hari, di mana tradisi setempat, warung-warung hanya buka pada siang hari saja. Kalau mau sehat ya sebaiknya begitu. Kalau sudah malam, ya jangan makan berat. Untuk apa memenuhi perut dengan makanan, tapi setelah itu tidur. Pasti tidak sehat.

Muksalmina sungguh pribadi pemimpin yang sejatinya, bukan yang tampilannya. Sanggup berlapar-lapar saat krisis demi umat, sanggup memberikan nasi saat rakyat lebih membutuhkan.

Ketika bahan pokok mulai susah didapat di Madinah, sebagai khalifah (kepala negara) Umar ibn al-Khttab sangat sibuk mengupayakan pengadaan pangan dengan mengimpor kurma, gandum, dan lain-lain. Seharian mengurusi pangan rakyat, hingga lupa makan dan perutnya berontak keroncongan berkali-kali.

Subhanallah, kepada perutnya sendiri sayyiduna Umar R.A. membentak: "Hai perut, diam kau! Aku tidak akan memberimu makan, sebelum rakyat makan". Betul-betul perutnya diam dan betul-betul beliau tidak makan, tapi tetap sehat dan beraktivitas. Itu bisa terjadi karena tingginya jiwa "Lillahi ta'ala". Jika negeri ini lockdown karena Corona, kira-kira mana yang lebih tercukupi dengan bahan pokok: pasar rakyat atau dapur istana?

Kesepuluh, bertindak taktis, senyap dan mengena. "wal yatalattaf wa la yusy'irann bikum ahada". Muksalmina, sang tetua ashabul kahfi memberi arahan strategik, agar si Tamlikha yang pergi ke kampung membeli makanan bersikap biasa dan membaur layaknya penduduk setempat.

Sekali-sekali jangan sampai ada gerakan, sikap atau gelagat yang mencurigakan hingga mengundang perhatian orang. Jika saja si Tamlikha atau siapa saja sampai diketahui bahwa dia termasuk anggota ashabul kahfi yang buron, maka akan ditangkap oleh penguasa. Bisa jadi disiksa atau dipaksa murtad. Jika sudah begitu, habislah kita. "... innahum in yadhharu 'alaikum yarjumukum aw yu'idukum fi millatihim wa lan tuflihu idza abada".

Ayat ini sungguh panduan mengatur langkah strategik sehebat mungkin agar target bisa dicapai dengan menekan risiko serendah-rendahnya hingga pada titik NOL. Strategi macam begini biasanya ada di dunia intelejen, militer, termasuk politik, dan sebangsanya.

Meskipun sudah di-briefing sedemikian rupa dan instruksi sudah dilaksanakan secara sempurna, tapi ada yang tertinggal dan tidak pernah terpikirkan oleh sang pemimpin, Muksalmina. Memang akting dilakukan secara sempurna, gerak tubuh tidak ada yang dicurigai, tetapi uang logam yang disodorkan sebagai pembayaran makanan tidak dikenali oleh penjual.

Mendadak menjadi pembicaraan heboh di tempat itu, karena uang logam tersebut sudah sangat antik, era raja zalim yang berkuasa lebih dari 300 tahun yang lalu. Dan kini zaman telah berubah. Semua memandangi Tamlikha dengan berbagai ekspresi: "dari mana dia dapat ini. Dia ini siapa, dll". Termasuk yang berprasangka buruk karena dianggap main-main atau mau menipu. Tamlikha hanya diam dan tidak menegerti apa yang mereka bicarakan.

Al-qur'an tidak mengisahkan lanjutannya karena al-qur'an bukan buku cerita, novel, atau komik. Hanya sebagian diungkap singkat dalam kisah israiliyah. Bahwa, setelah identitas mereka terbongkar sebagai kelompok pemuda yang lari ke goa demi mempertahankan keimanan dan tinggal di dalamnya selama 309 tahun, lalu Allah SWT segera mefawatkan mereka.

Sengaja Allah SWT mendemonstrasikan sebagian kekuasan-Nya di pentas sejarah manusia agar mereka beriman. Dan itulah arahnya. Allah a'lam. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO