Tafsir Al-Kahfi 19-20: Panduan Mu'amalah dari Kisah Goa

Tafsir Al-Kahfi 19-20: Panduan Mu Ilustrasi shopping.

Semisal seseorang diamanati membeli sesuatu oleh orang lain atau oleh instansi. Jika ada harga yang diperselisihkan, seperti menurut instansi Rp. 1.000,- sedangkan menurut si wakil Rp. 1.100,-. maka yang dimenangkan adalah harga si wakil setelah ada bukti. Soal bukti yang disodorkan si wakil itu palsu, itu soal lain, soal dosa dan soal kejujuran. Sama dengan perselisihan kondisi barang. Kata wakil: "tadi, ketika saya beli dalam keadaan baik ...", sementara kata yang menyuruh sebaliknya.

Dalam pelaksanaan tugas perwakilan, bolehkah orang yang mewakilkan berada di tempat itu? Atau, haruskah orang yang mewakilkan tidak berada di tempat itu? Contoh yang biasa terjadi adalah saat akad nikah, di mana wali pengantin wanita mewakilkan kepada kiai atau petugas KUA untuk menikahkan anak perempuannya. Haruskah si wali keluar dari ruang atau majelis pelaksanaan akad nikah?

Dalam fikih klasik memang demikian. Disunnahkan, setelah wali menyerahkan perwakilan kepada kiai, maka wali segera keluar ruangan. Sebab, jika si wali masih ada di situ, lalu apa gunanya mewakilkan, wong orangnya ada. Diwakili itu karena ada halangan atau udzur, atau tidak ada di tempat. Dalilnya ayat kaji ini, yakni satu orang yang dipasrahi keluar membeli makanan. Sementara yang lain tetap tinggal di dalam goa.

Andai si wali tidak keluar, maka dipersengketakan keabsahan akad perwakilan tadi. Tafsir Aktual memilih perwakilan tetap sah, karena standar sah dalam akad adalah shighatnya, pernyataannya. Tugas menikahkan sudah diserahkan dan sudah diterima, maka sudah cukup. Perkara wali keluar itu hanya syarat pendukung. Allah a'lam.

Keempat, jangan lupa membawa uang yang cukup. "idzhabu bi wariqikum hadzihi.." Dan, dari isim isyarah qurba, "hadzihi" menunjukkan uang cash yang masih berlaku dan bisa dibelanjakan langsung. Ya, karena dulu belum ada uang elektrik. Meski begitu, al-qur'an telah mengisyaratkan, bahwa hanya sekadar urusan membeli makanan saja, cukuplah pakai uang cash (wariq). Untuk kaitannya dengan kemajuan teknologi, ke depan justru serba pakai uang elektrik meski sekadar membeli es cendol. Dan di mall sudah, tinggal merambat ke desa.

Pelajaran sampingnya, uang ini harus dijaga baik-baik ketika bepergian atau ketika sedang berbelanja. Turis yang kehilangan uang sungguh sangat menderita. Uang dan Paspor bagaikan nyawa bagi seseorang yang sedang berada di negeri asing. Maka mesti nempel terus di badan.

Kelima, ayat ini juga mengandung hukum syirkah, perkongsian. Itu terbaca pada uang yang dipakai membeli makanan. "idzhabu bi wariqikum hadzihi". Wariq itu uang logam. Uang milik bersama untuk membeli makanan dan dimakan bersama. Persoalannya kini bagaimana pemanfaatannya dan cara pembagiannya.

Bolehkah makan bersama dengan sistem keroyokan? Tentunya tidak sama antara porsi makanan yang dikonsumsi oleh si A, si B, si C, dan seterusnya. Ada yang suapannya besar, dan ada yang sedikit, sementara urunannya sama.

Pada dasarnya, hukumnya boleh dan sah. Apa yang dimakan oleh seseorang dengan melebihi apa yang dimakan oleh kawan yang lain adalah konsekuensi dari perkongsian dan persaudaraan yang sudah dimaklumi sebelumnya. Hanya saja harus merujuk pada porsi wajar. Yang suapannya besar dan makannya banyak harus tahu diri.

Bolehnya makan bersama dengan perolehan jatah yang tidak sama adalah dasar "'an taradl", saling rela dan merelakan. Sementara jika makanan dibagi merata lebih dahulu, lalu dimakan sendiri-sendiri, maka tidak ada masalah. Semua itu ter-cover dalam sindir ayat "... lais 'alaikum junah an ta'kulu jami'a aw asytata". Tiada dosa, kalian makan bersama atau sendiri-sendiri (al-Nur:61).

Justru al-sunnah memberi arahan, bahwa makan bersama itu barakah. Makanan yang mestinya hanya jatah bagi tiga orang, lalu digabung, dan dimakan bersama oleh empat orang, maka cukuplah. Allah SWT hadir menambah keberkahan makanan itu menurut cara-Nya sendiri.

Keenam, memilih tempat belanja terdekat. "Idzhabu bi wariqikum hadzih ila al-madinah". Kata "al-madinah" berbentuk makrifat, definite article yang maklum. Huruf "AL" menunjukkan kejelasan kota atau desa yang dituju. Itu artinya, hendaknya dalam berbelanja tidak ngelantur ke toko jauh-jauh.

Pesannya, seorang beriman hendaknya jangan menghabiskan banyak waktu sekadar untuk berbelanja. Sebab di pasar itu atau di mall itu, seseorang bisa berubah menjadi punya keinginan melangit setelah melihat banyak barang yang ditawarkan dan menggiurkan. Atau menjadi tidak bersyukur, tidak menghargai apa yang sudah dimiliki, karena ada barang terbaru. Maka, "jangalah hobi nonton iiklan, bisa-bisa anda menjadulkan milik anda sendiri".

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO