Tafsir Al-Isra 101: Pak Wiranto, Pak Dandim, Semoga Tuhan Memberkahi Bapak

Tafsir Al-Isra 101: Pak Wiranto, Pak Dandim, Semoga Tuhan Memberkahi Bapak Detik-detik Wiranto ditusuk orang tak dikenal, 10 Oktober 2019 lalu.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

101. Walaqad aataynaa muusaa tis’a aayaatin bayyinaatin fais-al banii israa-iila idz jaa-ahum faqaala lahu fir’awnu innii la-azhunnuka yaa muusaa mashuuraan

Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata maka tanyakanlah kepada Bani Israil, ketika Musa datang kepada mereka lalu Fir‘aun berkata kepadanya, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau terkena sihir.”

TAFSIR AKTUAL

Ayat kaji kemarin membicarakan Nabi Musa A.S. yang dianugerahi sembilan ayat. Musa memegang amanah itu dengan baik, tapi Fir'aun berang dan menuduh Musa sebagai tukang sihir. Dibantu saudaranya, Harun, Musa A.S. menghadapi Fir'aun dengan sangat sabar, bijak tapi sakti. Akhirnya Tuhan hadir menolong Musa.

Musa yang pernah berguru kepada Nabi Khidir A.S. meski tidak lulus, makin matang menghadapi bangsa Israel yang super rewel, banyak menuntut, mudah merendahkan, gemar menghujat, dan susah mematuhi perintah. Maka pantes, Nabi Musa A.S. sebagai salah satu konsultan bagi Nabi Muhammad SAW ketika ketemuan di langit pada ekspedisi Isra' dan Miraj. Musa banyak memberi nasihat.

Terkait penusukan terhadap diri pak Wiranto, sungguh itu perbuatan dosa dan tercela. Sesama manusia mesti mendoakan semoga beliau cepat sembuh, diberi kesabaran, dan bisa mengambil hikmah. Sangat biadab bila seseorang malah berkomentar nyinyir ketika sesamanya mendapat musibah.

Meski isinya baik, arahnya baik, tapi caranya tidak baik, maka menjadi tidak baik. Di sini, dibutuhkan kearifan. Kearifan itu, salah satu ukurannya adalah diri sendiri. Jika diri anda sendiri yang diperlakukan begitu, bagaimana perasaan anda?

Ternyata efeknya menjalar. Pak Dandim Kendari dipecat dari jabatannya karena ulah istrinya yang mengunggah konten "negatif" terhadap pak Wiranto. Pak Dandim dihukum bukan karena kesalahan yang dia lakukan, melainkan karena "kesalahan" istrinya. Hukuman serupa menimpa juga pada personal lain. Itu aturan disiplin mereka dan kita menghormati.

Lepas dari kasus di atas, tulisan ini hanya memberi jawaban atas pertanyaan, bagaimana menurut pandangan Tafsir al-Qur'an Aktual terkait tindakan menghukum seseorang karena kesalahan yang dilakukan orang lain?

Tegas sekali al-qur'an menyatakan, bahwa masing-masing pribadi hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan saja. Tidak dibebani tanggung jawab, tidak dihukum karena perbuatan orang lain. (al-Isra':15, Fathir:18).

Perlu dibedakan antara dosa amanah atau tanggung jawab dan dosa karena perbuatan orang lain. Dosa tanggung jawab adalah dosa karena seseorang tidak berlaku amanah. Suami tidak menasihati istri dan keluarga. Kiai tidak bertausiah kepada umat. Komandan tidak memimpin anak buahnya secara baik. Mereka berdosa karena lalai dan tidak sungguh-sungguh mengemban amanah.

Jika amanah sudah ditunaikan, maka kewajiban suami, kewajiban kiai, kewajiban komandan telah gugur. Jika istri atau umat atau anak buah melakukan kesalahan, maka itu tanggung jawab sendiri, bukan tanggung jawab sang pemimpin. Pemimpin, guru, orang tua, hanya kewajiban mendidik sebaik-baiknya, tidak wajib sukses menjadikan anak didik menjadi baik. Usaha itu kewajiban manusia, tapi hasil itu otorita Yang Maha Kuasa.

Beda dengan dosa atau hukuman yang dibebankan kepada seseorang karena perbuatan orang lain. Untuk ini, di dalam Islam TIDAK ADA. Islam tidak punya konsep dosa waris atau dosa karena perbuatan orang lain. Tuhan sangat mengerti, bahwa manusia itu sangat terbatas dan tidak mungkin bisa terus menerus mengawasi orang lain.

Membebani dosa atau menerapkan hukuman kepada seseorang karena perbuatan orang lain, itu sama dengan tindakan zalim. Tuhan tidak pernah melakukan pendzaliman sedikit pun terhadap hamba-Nya. Beda lagi, jika sang pemimpin tahu perbuatan tidak baik yang dilakukan anak buahnya, lalu diam, tidak mencegah dan membiarkan, maka itu sama dengan sekongkol, berdosa, dan pantas dihukum.

Hukum tidak membebani orang lain itu ada pada kehidupan kita. Lihat, anak di bawah umur yang melakukan kejahatan, maka dia sendiri yang dibui di penjara abak-anak. Orang tuanya tidak. Seorang istri tertangkap ngutil di pasar, tentu suaminya yang di rumah tidak ikut digebuki. Seorang menteri korupsi, presidennya tidak ikut diadili. Itulah bukti pengamalan al-Isra':15 dan Fathir:18 di negeri ini.

Hanya Kan'an dan ibunya yang kafir saja yang disiksa Tuhan dalam banjir besar dan dijebloskan ke neraka. Sementara Nabi Nuh A.S. sebagai ayah sekaligus suami diselamatkan dan kelak ditempatkan di surga.

Meski sudah cukup beralasan untuk menghukum hamba-Nya, tapi Tuhan tidak begitu saja mesti menghukum. Sifat ramah-Nya mendahului sifat marah-Nya. Andai pak Wiranto, dengan kebesaran jiwanya, dengan kekuasaan yang dimilikinya ikhlas mema'af rakyatnya yang khilaf, maka itu sangat terpuji, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan. Salam buat pak Dandim. Moga Tuhan memberkahi bapak dengan kehidupan ke depan yang lebih baik.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO