Tafsir Al-Isra 100: Andai Kita Diberi Kunci Gudang Rezeki

Tafsir Al-Isra 100: Andai Kita Diberi Kunci Gudang Rezeki Ilustrasi bersedekah.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

100. Qul law antum tamlikuuna khazaa-ina rahmati rabbii idzan la-amsaktum khasyyata al-infaaqi wakaana al-insaanu qatuuraan.

Katakanlah (Muhammad), “Sekiranya kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan manusia itu memang sangat kikir.

TAFSIR AKTUAL

Ayat sebelumnya berbicara soal kekufuran penduduk Makkah dengan segala ulahnya. Dasar kafir, dinasehati, diajak dialog macam apa saja tetap kafir. Kini diarahkan khusus ke kebajikan dan amal sosial, hal mana semua orang bisa mengamalkan.

Ketika hati bagus ingin berderma, hati iman ingin bersedekah, dan jiwa jernih ingin menolong sesama, maka hanya alasan materi yang tersisa. Jika ada materi, ada uang berlebih, ada harta melimpah, maka amal sosial pasti terlaksana. Mestinya begitu, tapi kenyataannya?

Ayat kaji ini memamparkan, andai seseorang diberi kunci gudang rezeki, hingga mau seberapa saja tinggal ngambil, maka apakah mereka loyal berderma, suka bersedekah? Ternyata tidak. Ya, karena watak dasar manusia itu pelit banget. "wa kan al-insan qatura".

Sasaran ayat ini adalah jiwa keimanan dan kekufuran. Tes-tesannya ada pada harta. Pada harta kekayaan itulah sesorang diuji, punya keimanan atau tidak? Yang punya iman, pasti suka berderma, yakin akan mendapatkan pahala berlimpah di hari akhir nanti, sementara yang kufur atau beriman minim akan susah bersedekah.

Ketika melihat biji kacang yang sehat dan utuh, sebaiknya diapakan? Bagi mereka yang mau enak sesaat, maka biji kacang itu digoreng dan dinikmati sambil santai dan bercanda gurau. Itu sikap orang kafir terhadap harta titipan Tuhan.

Sementara bagi mereka yang menginginkan keuntungan lebih dan kenikmatan di hari depan, maka dia bersabar dan ikhlas menanam. Kacang itu ditanam, disiram, dirawat, dan percaya betul kalau pada akhirnya nanti akan menuai panen berlimpah. Itulah tamsilan orang beriman menyikapi harta titipan Tuhan.

Asli makna "qatur" itu "irit banget". Kata "aqtra" lazim disandingkan dengan kata semaknanya, yaitu : a'dama, ashrama, anfaqa yang menggambarkan kondisi keterbatasan ekonomi. Orang miskin yang bersedekah berarti membedah keterbatasan diri sendiri menuju keleluasan rahmat Tuhan.

Jadi, secara nilai, berinfaq itu tidak sama dengan bersedekah atau zakat yang memang kekayaannya sudah nyampai nishab. Infaq itu berlatar belakang kurang-kurang sedikit, tapi loyal berderma. Itulah sedekah tingkat tinggi.

Andai si miskin enggan berderma, maka secara akaliah wajar, karena yang diberikan tidak ada atau sangat terbatas. Tapi menurut keimanan, dia itu miskin pasif yang sengaja mengurung diri tetap dalam keterbatasan.

Orang kaya yang bersedekah sama halnya dengan orang yang sedang menjaga dan melestarikan kekayaannya yang sudah ada di tangan. Itu umum. Sedangkan orang kaya yang enggan berderma sama halnya dengan orang yang tidak menjaga kekayaannya.

Ketika seseorang kikir dalam menggunakan harta sendiri, maka ada dua pilahan: Pertama, Bakhil, jika dia tidak mau berbagi dengan orang lain. Untuk diri sendiri bisa loyal dan tidak-itungan. Kedua, disebut Syuh, syahih. Belanja untuk diri sendiri saja kikir, super irit dan perhitungan banget. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO