Sinergi Kawal BUMN Kritisi RUPSLB Bank BTN dan Bank Mandiri

Sinergi Kawal BUMN Kritisi RUPSLB Bank BTN dan Bank Mandiri Arief Rachman, S.H., M.H., Inisiator Sinergi Kawal BUMN. foto: ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Tabungan Negara Tbk atau BTN yang digelar Rabu, 27 November 2019 memutuskan merampingkan susunan pengurus perseroan baik direksi maupun komisaris. Posisi direktur dipangkas dari 9 orang menjadi 8 orang, termasuk di dalamnya posisi direktur utama. Posisi komisaris juga dirampingkan menjadi hanya 6 orang dari sebelumnya 8 orang termasuk komisaris utama.

Selain memutuskan untuk mengubah nomenklatur dan memangkas posisi direksi serta komisaris, dengan perubahan pada struktur pengurus tersebut sesuai hasil RUPSLB, maka susunan Komisaris menjadi sebagai berikut:

Komisaris Utama Independen: Chandra M. Hamzah, Komisaris: Heru Budi Hartono, Eko D. Heripoerwanto, Andin Hadiyanto, Komisaris Independen: Armand B. Arief, Komisaris Independen: Ahdi Jumhari Luddin.

Proses RUPSLB di itu mendapat kritik dari Sinergi Kawal . Sebab, berdasarkan informasi diterima, ternyata semua (enam) 6 Dewan Komisaris yang ditetapkan belum dilakukan Fit and Proper Test atau uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) POJK 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.

"Pasal 27 ayat (3) menyatakan, Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan penilaian kemampuan dan kepatutan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan," terang Inisiator Sinergi Kawal , Arief Rachman, SH, MH dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12).

Arief melanjutkan, selama Dewan Komisaris yang sudah ditetapkan dalam RUPS LB belum memenuhi persyaratan penilaian kemampuan dan kepatutan sesuai Peraturan OJK, maka Dewan Komisaris tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.

"Direksi pun tidak dapat membahas Rencana Anggaran Kerja Perusahaan serta mengambil kebijakan strategis perusahaan. Itu artinya roda perusahaan akan stagnan sampai Dewan Komisaris memenuhi persyaratan tersebut," ujar advokat muda Peradi ini.

Arief juga mengkritisi Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Tbk (BMRI), pada Senin (9/12/2019). Sebab, pemegang saham memutuskan mengangkat Royke Tumilaar menjabat Direktur Utama , menggantikan Kartika Wirjoatmodjo. Pergantian posisi pucuk pimpinan ini dikarenakan Kartika ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (), mendampingi Menteri Erick Thohir.

Padahal, penunjukan itu dilakukan pada 25 Oktober 2019. Selain itu, pemegang saham juga menyepakati. Juga disepakati perubahan penyusunan komisaris dengan posisi Komisaris Utama Kartika, yang saat ini menjabat sebagai Wamen . Dengan demikian, susunan dewan komisaris sebagai berikut:

Komisaris Utama: Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Komisaris Utama: Muhamad Chatib Basri, Komisaris Independen: Mohamad Nasir, Robertus Bilitea, Makmur Keliat, Komisaris: Ardan Adiperdana, R Widyo Pramono, Rionald Silaban.

"Penetapan Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama berdasarkan hasil kajian kami bertetangan atau melanggar Pasal 24 ayat (3) POJK Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum," imbuhnya.

Alumni PMII Jakarta ini menambahkan, Pasal 24 ayat (3) menyatakan, Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen. Maka wajib menjalani masa tunggu (cooling off) paling singkat 1 (satu) tahun sebelum menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan.

Hal itu diperkuat dengan Penjelasan atas Pasal 24 ayat (3) adalah, yang dimaksud dengan “masa tunggu (cooling off)” adalah tenggang waktu antara saat berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau hubungan lain dengan Bank. Hal itu sehubungan dengan pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai Komisaris Independen.

"Seperti kita ketahui, bahwa dari proses mundurnya Pak Tiko dari Jabatan Direktur Utama 25 Oktober 2019 sampai penuntujukan beliau sebagai Komisaris Utama 9 Desember belum sampai 2 bulan, peraturan OJK mensyaratkan harus ada “Cooling Off” paling singkat 1 (satu) tahun. Dan beliau juga harus mengikuti serangkaian uji kelayakan dan kepatutan sebagai Dewan Komisaris sebagaimana diatur oleh Peratuaran OJK," paparnya.

Dari uraian tersebut diatas maka kami dari Sinergi Kawal menyampaikan pandangan sebagai berikut :

1. Menteri Erick Thohir sebagai pemegang saham dalam menetapkan figur yang ditempatkan dalam Dewan Komisaris dan “kurang cermat” sehingga keputusannya tersebut bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dimana Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum diatur dalam peraturan tersebut.

2. Akibat yang muncul dari kekurang cermat-an tersebut maka dapat diketahui bahwa roda perusahaan pada tidak akan berjalan lantaran adanya Peraturan OJK yang belum dipenuhi oleh Dewan Komisaris .

Di sisi lain, Pak Tiko sebagai Wamen terdapat benturan kepentingan ( conflict ofbinterest) apabila bertindak juga sebagai Komut ... Yang seharusnya Dewan Komisaris melaporkan peran pengawasan dan memberikan nasihata kepada Men

3. Jika dinilai penting dan mendesak demi berjalannya roda perusahaan dan sebaiknya Pak Menteri tidak perlu segan atau sungkan untuk mereview keputusannya dalam RUPSLB BBTN dan RUPSLB BMRI tersebut agar tata kelola perusahaan sesuai aturan yang berlaku. (mdr/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO