masuk daftar merah dan kuning berdasarkan penelusuran komisi antirasuah itu. "Jika tidak, KPK bisa dituding sebagai tukang fitnah," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Senin (3/11).
IPW pun mengingatkan KPK agar sebagai lembaga publik bersikap transparan. Dengan demikian, komisi yang dipimpin Abraham Samad itu tidak menjadi lembaga yang diperalat pihak tertentu untuk melakukan kriminalisasi, pembunuhan karakter serta memfitnah pihak-pihak lain.
Salah satu yang harus dibuka KPK adalah jumlah calon menteri yang sempat diserahkan Jokowi untuk ditelusuri. "Sebab IPW mendapat informasi ada 60-an calon yang diserahkan Jokowi ke KPK dan tiga di antaranya adalah anggota Polri," katanya.
Neta menegaskan, KPK perlu menjelaskan seperti proses dan mekanisme penilaian sehingga bisa menentukan label merah, kuning tua, dan kuning muda terhadap para calon menteri. Pasalnya, lanjut Neta, tidak ada dasar hukum bagi KPK untuk menentukan catatan seseorang.
"Apa dasar hukumnya KPK membuat label tersebut? Apakah sudah ada ketentuan hukum yang mengikat sehingga calon itu pantas diberi label merah, kuning muda, dan kuning tua? Lalu apa makna label merah? Apakah label itu sebagai calon tersangka KPK? Adakah calon berlabel tetap diangkat menjadi menteri oleh Jokowi?" katanya.
KPK sebelumnya diminta Presiden Jokowi untuk menelusuri rekam jejak calon menteri. KPK awalnya menerima 80 nama calon menteri dari Preside Jokowi, hingga nama tersebut mengerucut menjadi 43 nama. Menurut Jokowi, KPK tidak merestui delapan nama masuk dalam Kabinet Kerja.
Sejumlah nama diberi tanda merah, kuning, dan hijau oleh lembaga antikorupsi itu. Catatan warna merah diberikan oleh KPK setelah melihat catatan Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK dan laporan penyelidikan kasus di lembaga antikorupsi itu.
Catatan warna kuning diberikan karena calon menteri tersebut tak menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). LHKPN merupakan kewajiban pejabat publik sebagai salah satu langkah pencegahan korupsi.
Pro dan kontra bermunculan setelah Jokowi resmi mengumumkan nama menteri pada 26 Oktober lalu. Berdasarkan data LHKPN KPK, beberapa nama yang masuk dalam Kabinet Kerja, yang sebelumnya pernah menduduki jabatan publik, tercatat jarang melaporkan harta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News