Sumamburat: Puasa Pembuka Hidayah?

Sumamburat: Puasa Pembuka Hidayah? Suparto Wijoyo

Belum lagi soal shalat berjamaah dengan kerapian dan kesejajarannya tanpa sekat pangkat-jabatan. Inilah langgam kebersamaan yang berderajat tinggi. Shalat menempatkan manusia dalam jejaring yang sangat egaliter. Tidak ada peribadatan yang sedemikian “demokratis” sebagaimana shalat. Dari kisah melihat orang shalat berjamaah dan kemudian “buang angin” tanpa sengaja, si pembuang angin itu langsung menghentikan shalatnya untuk segera mengambil wudhu menyucikan dirinya. Padahal “kentut” itu tadi tidak ada manusia yang tahu. Tetapi pejalan shalat menyadari bahwa shalat dalam kondisi “mensyukuri kentut” itu memang batal.

Ia benar-benar tahu diri bahwa untuk beraudiens dengan Allah yang Maha Suci itu, seorang hamba diperelokkan kesuciannya. Kejujuran dalam penyelenggaraan shalat adalah mutlak adanya. Dan atas frakmen faktual inilah,banyak orang terpanggil mendapatkan hidayah menjadi mualaf. Berislam.

Agenda shalat jumat berjamaah pun telah pula “menyapa hati orang” untuk berislam. Beberapa hari lalu ada saudara sesama manusia terpukau dengan “nikmatnya suasana berbuka puasa”. Keindahan puasa dan “sakralnya waktu menjelang berbuka” di helatan Ramadhan ternyata menyentuh nurani terdalam seseorang untuk menjadi muslim. Suasana berbuka selaksa “gumparan indah” yang terkurikulumkan oleh Islam. Hikmat sekali katanya. Inilah agama yang ajaran-ajarannya memikat siapa saja yang berkenan menjemput hidayah, bukan yang menampik petunjuk, apalagi curiga dan gagap menyadari untuk selanjutnya hengkang sambil mencibir “Islam itu sarang teroris”.

Saya percaya, semakin Islam diolok dengan “kebenciannya” yang terus disulam dalam hatinya, berjuta muslim akan menghadirkan bukti betapa mempesonanya agama yang direstui Allah swt ini. Pun saat nulis ini saya membaca Q.S. Al-An’am ayat 125: fa may yuridillaahu ay yahdiyahu yasyroh shodrohuu lil-islaam, wa may yurid ay yudhillahuu yaj’al shodrohuu dhoyyiqon harojang ka’annamaa yashsho’adu fis-samaaa’, kazaalika yaj’alullohur-rijsa ‘alallazina laa yu’minuun. Memang, siapa yang dikehandaki-Nya mendapat hidayah, dadanya akan terbuka menerima Islam, dan barang siapa dikehendaki-Nya tersesat, dadanya terasa sempit nan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke tanjakan (langit).

Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Kini jagalah imanmu dan berikhtiarlah menjemput hidayah selalu sambil berbuka puasa. Dengan hidayah penyelenggara helatan demokrasi dituntun untuk tetap jurdil, apabila tidak, sungguh kemana hidayah hendak dicari. Jujurlah berpemilu. Bersesucilah dalam hidup dengan kesucian menghelat pesta demokrasi jua. Paham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO