Tafsir Al-Isra 1: Gambar Buraq, Melecehkan Nabi

Tafsir Al-Isra 1: Gambar Buraq, Melecehkan Nabi Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .

Subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru (1).

Tahun-tahun silam, seputar sembilan belas tujuh puluhan, di desa-desa banyak sekali orang jualan gambar Buraq, hewan tunggangan nabi Muhammad SAW ketika isra' dan mi'raj. Pedagang kaki lima itu membeberkan dagangannya di keramaian, termasuk saat ada event-event keagamaan, seperti peringatan Isra'- Mi'raj.

Keluarga kami termasuk pembelinya, lalu dipajang di dinding ruang tamu atau dipigora lebih dahulu, indah sekali. Buraq yang diterangkan dalam kitab klasik adalah sosok hewan ajaib, fisiknya lebih kecil dibanding kuda, tapi lebih besar dibanding keledai. Buraq bukan hewan bumi, melainkan hewan langit yang amat misteri dan hanya sekali pakai. Hanya untuk isra' dan mi'raj, lalu lenyap tanpa kisah lagi.

Dikisahkan, ketika Allah SWT memberi tahu masyarakat langit, termasuk seluruh makhluq yang ada, bahwa sebentar lagi area langit ini akan kedatangan hamba terbaik yang kini tinggal di bumi, yaitu Muhammad SAW, maka seluruh penghuninya sangat senang dan semua ingin ketemu, seperti apa sih Muhammad itu. Kok sebegitu tingginya penghormatan Tuhan kepada-Nya.

Ketika Tuhan menyampaikan teknik transportasinya dan sudah ditentukan menggunakan tunggangan, para makhluk termasuk hewan-hewan pada berharap dirinya ditunjuk sebagai kendaraan. Di hadapan Tuhan, semua pamer kekuatan, semua unjuk kebolehan, kecuali satu hewan yang duduk di ujung, merunduk dan nampak bersedih. Sesekali meneteskan air mata.

Justru hewan ini yang mendapat perhatian Tuhan, lalu didekati dan ditanya: "Kok sedih?. Hewan itu menjawab: “Ya Tuhan, bagaimana aku tidak bersedih. Aku sangat pingin menjadi tunggangan makhluq mulia itu, tapi Engkau tahu, bahwa aku sangat lemah dibanding kawan-kawan. Aku pasti tidak akan Engkau tunjuk sebagai tunggangan. Inilah nasibku dan aku rela”.

Akhir kisah, hewan inilah yang menarik perhatian Tuhan, lalu diberi kekuatan super cepat bagai kilat bahkan super kilat. Gerakan yang bersifat super cepat itu, bahasa arabnya "barq, barqiyah, buraq".

Tidak usah dipersoalkan validitas kisah ini, karena kisah israiliyat susah dipertanggungjawabkan secara akademik. Cukup diambil hikmahnya saja, yakni, bahwa orang yang tawadhu', mengerti hakekat diri, tidak pamer, merendahkan diri dan pasrah kepada Tuhan akan diangkat derajatnya dengan cara Tuhan sendiri. Cara yang tidak bisa dijangkau oleh akal. Begitu sebaliknya, orang yang sok mampu dan pamer, maka Tuhan tidak suka. Bisa jadi, Allah SWT malah merendahkan.

Karena super cepat, maka Buraq digambarkan begini : sejauh mana mata memandang, maka dalam sekejap dia langsung sampai ke ujung pandangannya itu. Sedangkan kenyamanan selama berkendara, digambarkan begini : bahwa punggung Buraq di mana Nabi SAW dan Jibril A.S. duduk di atasnya, itu selalu datar secara otomatis, baik perjalanan naik maupun turun.

Lebih dari itu, kitab klasik mengilustrasikan, bahwa ketika perjalanan naik, maka kaki depan memendek dan kaki belakang memanjang secara otomatis. Sebaliknya ketika perjalanan turun.

Ungkapan konvensional seperti ini memang susah dicerna, tapi tidak usah dibantah. Cukup dipahami, bahwa begitulah cara ulama dahulu membahasakan hal yang sangat ajaib berbaur dengan penghormatan terhadap Rasul mulia. Arahnya satu, bahwa agar Nabi Muhammad SAW tetap nyaman selama menempuh perjalanan isra' dan mi'raj. Nyaman ketika perjalanan naik, tidak nggeblak and tidak kelenggak. Nyaman pula ketika perjalanan turun, tidak jungkel and tidak nyosop.Dengan pemahaman demikian, maksud pesan bisa dimengertidan sengketa retorik bisa dihindari.

Buraq itu digambar dengan kuda terbang. Kuda berkepala wanita cantik berwajahmerona dengan rambut ikal terurai malampaui bahu. Di bagian dekat depan, ada dua sayap yang membentang. Dari sisi imajinasi, gambar itu cukup representatif sebagai ungkapan kecepatan sesuai zamannya.

Dipilih kuda, karena kuda adalah hewan tunggangan darat tercepat. Waktu itu belum ada Ferrari. Sedangkan sayap adalah sayap burung yang mewakili kecepatan dirgantara. Waktu itu belum ada pesawat super Jet. Maunya, adalah paduan antara kecepatan darat dan kecepatan udara, sesuai peristiwanya yang tembus luar angkasa.

Tapi ketika kepala kuda itu diganti dengan kepala wanita cantik dengan rambut terurai, lalu maknanya apa kalau bukan penghinaan terhadap diri Rasulullah SAW?. Mana ada kuda berkepala wanita?.

Penghinaan yang tersirat adalah, bahwa pikiran kita diarahkan, bahwa Rasulullah SAW sebagai sosok laki-laki yang hypersex, hobi wanita cantik dan hingga beraudisi menghadap Tuhan di sidratil muntaha-pun tetap bergumul wanita. Pastinya, emajinasi pemirsa akan membayangkan, bahwa Nabi duduk di depan dekat kepala wanita super cantik itu. Sedangkan pribadi nabi sungguh bersih dari elemen maksiat.

Lalu, beberapa tahun berikutnya hingga sekarang gambar macam itu nyaris tiada setelah banyak ilmuwan muslim yang menyadari dan memberantas.

Dulu, ketika penulis masih seusia anak sekolah Tsanawiyah (SMP) pernah terlibat adu mulut dengan sebagian keluarga yang memajang gambar Buraq di ruang tamu. Penulis mempersoalkan dan minta diturunkan. Protes itu bukan karena mengerti, melainkan murni karena reflek dan sekadar reaksi saja. Tapi pak De menolak dan menvonis: ".. kamu masih kecil, pengetahuan kamu belum nyampai ke sana... dst.".

Setelah sekian perjalanan waktu, kami mendengar, bahwa gambar Buraq tersebut adalah karya seorang pelukis Yahudi dan disinyalir misionaris fanatik yang sengaja menghina Nabi. Gambar itu - kata seorang teman - benar-benar ada dan pernah disimpan di sebuah museum di sebuah negara Eropa. Rasanya ada benarnya, karena hingga kini wong Yahudi masih sering membuat penghinaan kepada Nabi, baik lewat novel, kartun, cerita maupun gambar lain.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO