Mathur Husyairi, Aktivis Anti Korupsi yang Pernah Ditembak (1): Dana Hibah Diduga Diperjualbelikan

Mathur Husyairi, Aktivis Anti Korupsi yang Pernah Ditembak (1): Dana Hibah Diduga Diperjualbelikan

Dana hibah di tahun 2017 Rp. 7.114.000.000.000,00

Jumlah yang sangat fantastis di tahun 2017, menurut kami karena mau ada hajat besar di tahun 2018. Ini ajang bagi-bagi angpau.

Dari sekian dana hibah, bansos dan lain-lain yang sangat besar, pemprov tidak pernah mengekspose secara terbuka tentang output maupun dampaknya bagi kesejahteraan, apalagi mengumumkan dengan serta merta atau berkala sesuai UU 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Siapa pelaksana/penerimanya dan bagaimana pelaksanaannya, ini menjadi informasi yang sangat rahasia;

Apa Jasmas termasuk dana hibah?

Jasmas ini kan Jaring Aspirasi Masyarakat. Kegiatan ini sebenarnya sudah melekat dalam kegiatan reses Dewan tiap tahun dua kali dan ada anggarannya. Kemudian ada istilah dana Jasmas berupa bantuan kepada lembaga, organisasi, kelompok masyarakat dan lainnya, itu hanya istilah saja.

Isinya ya dana hibah yang triliunan itu. Sebagian menjadi wewenang eksekutif (Gubernur dan Wakil Gubernur), ada juga yang direkom atau diajukan melalui anggota Dewan.

Dari informasi yang butuh konfirmasi dan didalami tentang adanya jatah yang nominalnya berbeda antara anggota biasa, ketua fraksi, ketua komisi, wakil ketua dan ketua. Setahu kami, kalau ini mau dibilang bagi-bagi kue, sebenarnya jatah Dewan terhitung kecil, tak sampai 2 triliun. Kami tidak punya data pastinya, hanya saja hasil dari bincang-bincang dengan beberapa anggota Dewan, jatah anggota berkisar 5 miliar, beda dengan ketua komisi, fraksi, wakil ketua dan ketua DPRD.

Ke mana saja jasmas dan dana hibah itu disalurkan, apa ada modus tertentu menyelewengkan?

Lembaga (pendidikan, sosial dan lain-lain), organisasi dan kelompok masyarakat (pokmas).

Kalau mau bicara prosedur atau aturan, seharusnya penganggaran Dana Hibah ini kan melalui proposal yang masuk di tahun penganggaran. Katakanlah untuk anggaran 2017, seharusnya berdasarkan proposal yang masuk di tahun 2016, sehingga Pemprov punya dasar dalam menentukan nominal anggaran hibah.

Justru yang terjadi malah sebaliknya, dana hibah nominalnya didok dan proposalnya menyusul.

Dari beberapa informasi yang harus digali lebih dalam lagi adalah terkait modusnya, antara konsumen/pengguna dana hibah/jasmas dengan pemilik (pemprov/dewan) sudah sama-sama tahu, bahwa untuk memperoleh dana ini mereka harus bayar, baik di depan (saat pengajuan proposal) maupun di belakang (saat pencairan).

Ada yang bayar 50% dulu, ada yang lunas saat NPHD, ada juga pelunasan setelah pencairan.

Intinya menurut hemat saya, dana hibah/jasmas ini sudah diperjual belikan.

Kalau yang di SKPD kisaran 10% s.d 15%, kalau yang di Dewan kisaran 15% s.d 25%. Di bawahnya lagi para makelar atau pengepul, antara 25% s.d 35% ke pengguna, baik lembaga, ormas atau kelompok masyarakat. Bisa dibayangkan dana 100 juta sisa 65 juta dan seterusnya.

Ada info yang perlu dikonfirmasi dan didalami tentang adanya dana hibah/jasmas yang seharusnya untuk dapil di Jawa tetapi mengalir ke pulau Madura menjadi info yang sangat menarik untuk ditelusuri motif dan tujuannya, apakah karena karena dipandang aman atau terkait nilai transaksional?

Saat ini kami sedang sengketa di Komisi Informasi Jawa Timur dengan obyek yang kami mohon adalah salinan daftar penerima dana hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan ke pemkab dan pemdes. PPID Pemprov tidak memenuhi permohonan kami dengan alasan bahwa alasan pengawalan program adalah saat sedang berlangsung dikerjakan bukan program yang sudah selesai, apalagi beda tahun anggaran. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO