Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (9): Jam Matahari sebagai Penunjuk Waktu Sholat

Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (9): Jam Matahari sebagai Penunjuk Waktu Sholat Bagian masjid yang masih orisinil (bercat hijau), serta tampak perbedaan pada atap bangunan lama dan yang baru direnovasi. foto: YUDI A/ BANGSAONLINE

SETELAH Pemerintah Belanda memberikan tanah gendom (hibah) kepada Mbah Habib, ia pun membangun sebuah masjid yang dinamakan sesuai dengan nama kampungnya, yakni Masjid Bureng. Untuk menuju lokasi masjid, dari Jalan Ketintang bisa melalui Gang Karangrejo VI Masjid II, kalau dari Jalan Jetis juga bisa melalui Gang Karangrejo VI Masjid I.

Masjid ini berlokasi di dalam Kampung Karangrejo. Banyaknya permukiman yang dibangun warga Kampung Karangrejo saat ini, membuat Masjid Bureng tidak bisa dilihat langsung bagi masyarakat yang melewati jalan-jalan tersebut di atas. Sebelum ada permukiman warga seperti sekarang, wilayah Kampung Bureng tersebar luas tanpa menutupi bangunan Masjid Bureng.

“Jaman dulu masih banyak sawahnya, tidak seperti sekarang ini. Karena tuntutan pembangunan kota yang semakin gencar, di sana-sini banyak dibangun perumahan-perumahan baru. Hal ini berimbas juga ke kampung kami sehingga masjid atau pesantren tertutup oleh berdirinya perumahan-perumahan itu,” ungkap KH Mas Muhammad Zaini Mahmud, cucu salah satu pendiri Pondok Pesantren Bureng ini.

Masjid Bureng memiliki karakteristik bangunan rumah adat Jawa, yakni joglo. Meskipun telah direnovasi pada tahun 1985, masih terlihat keaslian bangunan lamanya. Hal itu bisa dilihat dari atap masjid yang berbeda bentuk serta coraknya.

“Kalau kita masuk masjid dari Gang Karangrejo VI Masjid I, akan terlihat perbedaan atap bangunan masjid yang masih original dan yang sudah renovasi,” jelasnya.

Masjid Bureng pernah melakukan renovasi sebanyak satu kali, yakni pada tahun 1985. Pada saat sebelumnya, yakni sekitar tahun 1970-an, Masjid Bureng berganti nama menjadi Masjid At Taqwa hingga sekarang.

Mas Zain, sapaan khas KH Mas Muhammad Zaini Mahmud mengatakan, pergantian nama masjid terjadi karena pada waktu itu ada salah satu kerabat mengusulkan nama masjid yang berbeda dengan nama kampungnya.

Luas Masjid At Taqwa setelah renovasi adalah dua kali lipat luas Masjid Bureng sebelumnya. Selain orisinalitas Masjid Bureng yang masih dijaga, ada sebuah bangunan yang dipakai sebagai rumah induk yang juga berarsitektur Jawa atau joglo. Rumah induk ini bisa ditemui tepat persis di belakang masjid, tepatnya teras Masjid At Taqwa.

“Rumah induk ini memiliki model atap rumah joglo pada umumnya, lalu bagian ujung-ujung atap terdapat relief yang menyerupai tanduk,” tandasnya.

Ada yang unik jika meperhatikan sekeliling Masjid At Taqwa ini. Sebanyak 30 rumah model lama (kuno) sengaja dibangun menghiasi keberadaan masjid. Ternyata, tuan rumah di masing-masing rumah tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan para pendiri Pesantren Bureng. “Semua yang tinggal di rumah sekitar masjid serta pesantren ini masih saudara,” tutur Mas Zain.

Tepat di depan rumah induk terdapat Jam Matahari, yang masih berfungsi sampai saat ini. Jam matahari ini terbuat dari bangunan menerupai tugu yang tingginya di atas rata-rata pinggang orang dewasa. Di atasnya terdapat sebuah piringan berdiameter sekitar 50 cm dengan guratan-guratan membentuk lingkaran-lingkaran.

Di tengah-tengah piringan terdapat sebuah besi berbahan kuningan yang panjangnya sekitar 20 cm dan berdiameter 3-4 cm berbentuk silinder.

“Dari pandom (jarum) kuningan inilah yang menunjukkan waktu sholatnya. Kalau masuk waktu Dzuhur berarti tidak ada bayangannya karena matahari tepat berada di atas jarum,” tegasnya.

Dengan adanya jam matahari ini semakin menguatkan kedudukan masjid yang dulu dikenal dengan nama Masjid Bureng ini sebagai salah satu masjid tertua (kuno) di Surabaya. Jam matahari ini merupakan teknologi penunjuk waktu yang artefaknya ditemukan di Italia tahun 1746.

Hingga berita ini ditulis, belum ada peneliti yang tertarik untuk mendalami asal usul jam matahari milik Masjid At Taqwa ini. Apakah masih terkait dengan artefak jam matahari yang ada di Italia karena sejaman atau tidak, masih terbuka kesempatan para peneliti untuk menguaknya. (ian/lan/bersambung) 

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO