Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (3): Masjid Ampel Sediakan 1000 Takjil Setiap Hari

Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (3): Masjid Ampel Sediakan 1000 Takjil Setiap Hari Jemaah sedang melakukan salat di dalam Masjid Agung Sunan Ampel (MASA) Surabaya. foto: YUDI A/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sesuai dengan SK Wali Kota Nomor: 188.45/251/402.1.04/1996, Pemkot Surabaya menetapkan Masjid Ampel Denta yang beralamatkan di Jl Ampel Suci No. 45, Kel. Ampel, Kec. Semampir, Surabaya sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya. Ditetapkan pada tanggal 26 September 1996, SK tersebut juga menyebutkan pembangunan Masjid Ampel dilakukan sekitar tahun 1420 M.

Ketua Ta’mir Masjid Ampel Muhammad Azmi, menceritakan sejarah didirikannya Masjid Ampel oleh Raden Rahmat Rahmatullah atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel itu. Menurutnya, bersama kedua muridnya, Sonhaji dan Sholeh, Sunan Ampel berniat untuk menjadikan masjid sebagai pusat sekolah agama bagi para pangeran, bangsawan serta penduduk setempat.

Pusat sekolah agama Ampel Denta, lanjut Azmi, juga disebut sebagai pondok pesantren yang diilhami oleh gaya pendidikan kaum Hindu mendidik para cantriknya yang disebut ‘sastri’. Oleh Sunan Ampel, nama sastri inilah yang kemudian diganti dengan ‘santri’ hingga sekarang.

“Begitu juga dengan kata sanggar diganti menjadi langgar (mushala). Kata sembahyang pun terkadang masih terdengar di telinga kita untuk menyebut kata shalat. Model pendidikan agama di pondok pesantren serta penyebutan nama langgar serta sembahyang masih terus dipakai hingga saat ini,” paparnya.

Masjid adalah sebuah media untuk melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya salat wajib berjamaah, salat Jumat, salat idul fitri dan Idul Adha. Aktivitas-aktivitas lainnya yang biasa digelar juga di masjid seperti pengajian-pengajian anak kecil, pembangian zakat, pembagian daging kurban serta Maulid Nabi Muhammad SAW.

“Masjid itu hanya sarananya tapi kalau kampung ada masyarakat di sana. Masjid hanya media atau tempat untuk berkegiatan keagamaan. Tapi yang paling penting adalah kampungnya,” jelas Ahli Sejarah Universitas Airlangga Purnawan Basundoro.

Lihat juga video 'Semua Penonton Bioskop Disalami, Anekdot Gus Dur Edisi Ramadan (18)':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO