Al-Nahl 113-114: Hak Takmir Masjid Tidak Menshalati Jenazah Munafik

Al-Nahl 113-114: Hak Takmir Masjid Tidak Menshalati Jenazah Munafik

Nabi tidak mau menshalati dan baru berkenan setelah ada sahabat yang bertanggungjawab melunasi. Apakah kalian menuding Nabi sebagai pempimpin yang intoleran, provokatif, tidak menyayangi sahabat sendiri yang muslim?

Apa yang dilakukan Nabi bukanlah sebuah perbuatan provokasi, intoleransi, tidak rahmatan lil alamin, tapi sebagai pelajaran, pendidikan, peringatan sekaligus sanksi moral kepada umat, bahwa jangan main-main dengan utang, jangan mudah utang, karena pertanggungjawabannya di akhirat sangat berat. Itulah yang dibidik oleh Nabi.

Utang sangat berkaitan dengan amal ibadah. Utang yang tidak terbayar besok di akhirat harus dibayar dengan amal baik. Jika tidak mungkin, maka keburukan si piutang dibebankan kepada yang ngutang. Bisa jadi defisit, lalu masuk neraka. Itulah yang diwanti-wanti Nabi. Itulah hakekat nasihatnya. Di sini, Nabi tidak mau terlibat dengan utang seseorang kelak di akhirat nanti.

Betapa hebatnya syariat islam menorehkan hukum tajhiz al-mayit, mengurus, memandikan, mengkafani, mensalati, mengubur janazah sebagai fardhu kifayah. Fardhu kifayah artinya kewajiban universal yang mengizinkan dikerjakan oleh perwakilan. Salah satu hikmahnya adalah bisa dipakai untuk media dakwah. Dan sadarlah, Nabi memakai itu.

Jadi, boleh saja, bahkan bagus ada aturan daerah, kebijakan Takmir Masjid tidak mengizinkan masjid yang menjadi kekuasaannya dipakai menshalati mayit yang tidak shalat, meski dia islam. Itu hak mereka dan agama membolehkan. Itu juga salah satu strategi dakwah yang pernah dilakukan Nabi meski tidak persis. Sanksi itu cukup fair dan adil. Ketika dia hidup dan sehat wal afiat saja tidak mau shalat, tidak mau ke masjid, kok enak saja ketika sudah mati minta dishalati orang banyak di masjid.

Hal demikian tidak berarti melarang menshalati mayit muslim, tapi tetap wajib dishalati oleh sebagian orang terdekat saja, seperti keluarga, pak mudin, agar fardhu tetap ditunaikan dan umat tidak berdosa. Andai semua orang islam, kiai, ustadz, tokoh agama memahami dakwah di balik fardhu kifayah ini, penulis yakin islam lebih punya martabat dan tidak disepelekan. Ada gereget dakwah yang efektif selain tetap menebar "Rahmatan Lil'alamin" secara tepat dan proporsional.

Di daerah, di sebagian desa ada komitmen macam ini dan nyatanya bisa memacu umat islam lebih aktif shalat. Berdalih "rahmatan lil alamin" tanpa ada tindakan kebajikan yang nyata, hanya kemunafikan belaka.

Kini persoalannya ada pada kriteria mayit yang bagaimana yang layak ditolak untuk dishalati oleh umat umat di masjid. Jika ijtihad pengurus takmir masjid sepakat bahwa pendukung pemimpin kafir itu sebagai munafik dengan dasar nash al-qur'an dan al-Hadis, lalu apa salahnya? Toh itu ijtihad yang berdasar dan dibenarkan. Soal anda tidak setuju dan punya pemikiran lain, itu hak anda dan pendapat anda sesama sekali tidak bisa menafikan pendapat mereka.

Soal sarat kepentingan politik, itu sangat relatif. Bukankah syariat islam wajib dijadikan dasar bagi setiap muslim yang bertindak, beribadah, berbisnis, termasuk berpolitik? Hanya penguasa kafir saja yang melarang orang islam melarang mendasari tindakannya dengan syariat islam. Itu muslim beneran. "Ulaika hum al-mukminun haqqa".

Atau kita balik, apakah pendapat anda yang mengecam kebijakan takmir tersebut juga bersih dari kepentingan politik? Anda lari dari politik muslim pro-muslim, terjerumus masuk ke politik muslim pro-nonmuslim. Allah SWT tidak pernah menyuruh umat islam mengangkat pemimpin nonmuslim, tapi nash yang melarang, yang mengutuk, yang memvonis sama dengan dengan mereka sangatlah banyak.

Lepas dari dasar Nash dan murni berdasar rasa, nurani, natural, bahwa seorang muslim memilih pemimpin muslim itu alami, sama dengan orang nasrani memilih pemimpin nasrani, sama dengan rakyat Papua memilih pemimpin putra asli Papua. Tidak ada yang dilanggar, baik demokrasi, agama, maupun undang-undang. Tapi kalau muslim memilih pemimpin nonmuslim, di samping tidak alami, rasanya ada nafsu mengintervensi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO