Tanya-Jawab Islam: Mengambil Keuntungan dari Menjual Tanah Milik Bersama

Tanya-Jawab Islam: Mengambil Keuntungan dari Menjual Tanah Milik Bersama

Kedua, akad ijar (transaksi jasa). Dalam hal ini pihak penjual menggunakan jasa makelar untuk menjualkan barangnya kepada pihak pembeli yang sudah ditentukan upah atau ongkosnya terlebih dahulu atau juga pihak pembeli menggunakan jasa makelar untuk membeli barang dari penjual. Maka, makelar tugasnya hanya memberikan jasanya untuk menjual atau membeli tidak mengambil keuntungan dari transaksi tersebut.

Ketiga, akad ju’alah (transaksi sayembara). Dalam hal ini pihak penjual tidak bertransaksi kepada pihak makelar tertentu tapi kepada seluruh makelar, dengan akad barang siapa yang dapat menjualkan barangnya maka ia berhak mendapatkan sekian persen dari hasil penjualan. Maka si makelar juga tidak bermain harga penjualan, ia hanya menjualkan barang yang harga dan barangnya dari pihak penjual.

Nah, dari beberapa keterangan di atas, kasus Bapak tergolong pada akad (transaksi) pertama, yaitu mewakili penjualan tanah atas nama keluarga besar. Kuasa penjual sama saja dengan mewakili saudara-saudara untuk menjualkan tanah. Hukum akad ini tidak boleh mengambil keuntungan sendiri. Sekecil apapun yang terjadi dalam transaksi jual beli harus disampaikan kepada semua anggota keluarga Bapak. Kalau masih ada informasi yang disembunyikan berarti Bapak sudah tidak amanah dalam mengemban tugas menjualkan tanah.

Namun, jika Bapak tetap mengambil keuntungan dari penjulan tanah itu, dengan cara tadi, maka Bapak terkena dua pelanggaran sekaligus. Pertama, penipuan. Artinya menipu anggota keluarga dengan mengatakan harga yang tidak sesuai dengan fakta. Harga kesepakatannya 2.500/ubin, faktanya terjual dengan harga 3.150/ubin.

Kedua, menjual barang yang bukan miliknya, yang dalam istilah fiqih disebut bai’u ma la yamliku. Sebab Bapak dalam kasus di atas ingin menjual tanah (milik bersama) langsung kepada pihak pembeli, seakan-akan milik Bapak sendiri, bukan sebagai wakil dari penjual kepada pembeli. Karena Bapak ingin mengambil keuntungan sendiri, dan yang bisa mengambil keuntungan sendiri itu penjual yang menjual miliknya sendiri secara utuh bukan wakil bukan kuasa, bukan makelar dan bukan harta milik bersama. Maka akad jual beli semacam ini tidak diperbolehkan oleh Rasulullah saw dan tentunya kentungannya juga tidak halal.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadis laporan sahabat Hakim bin Hizam ra yang datang kepada rasulullah bertanya tentang itu:

قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ « لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ».

“wahai Rasulullah aku didatangi seorang laki-laki yang ingin membeli barang yang tidak kumiliki, apakah aku membelikannya dari pasar. Maka Rasulullah bersabda “ Janganlah Engkau menjual barang yang tidak Engkau miliki”. (Hr. Abu Dawud:3505). Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO