Tafsir Al-Nahl 92: Ibnu Jud'an, Ahok dan Hary Tanoe

Tafsir Al-Nahl 92: Ibnu Jud Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - Hary Tanoesoedibjo

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Walaa takuunuu kaallatii naqadhat ghazlahaa min ba’di quwwatin ankaatsan tattakhidzuuna aymaanakum dakhalan baynakum an takuuna ummatun hiya arbaa min ummatin innamaa yabluukumu allaahu bihi walayubayyinanna lakum yawma alqiyaamati maa kuntum fiihi takhtalifuuna.

Pada pembahasan sebelumnya telah dikemukakan sosok Abdullah Ibn Jud'an yang kesohor dermawan. Sesungguhnya dia semula adalah orang miskin biasa, bahkan dikisahkan, untuk memenuhi ambisi keduniawiannya, dia berbuat durhaka dan merampas. Lalu menjadi perampok ulung yang sangat tega dan sangat meresahkan para musafir dan rombongan pedagang lintas kota.

Singkat kisah, dia sudah terjepit dan menjadi buron yang pasti dihakimi massa bila tertangkap kapan saja dan di mana saja. Ibn Jud'an lari dari dari kota Makkah dan bersembunyi di goa terpencil. Subhanallah, setelah beberapa waktu mengenali sudut goa itu, dia menemukan harta karun yang tertimbun, berupa berlian dan emas yang sangat banyak. Tak mampu dipanggul hanya seorang, meski seperkasa apapun.

Rupanya, goa itu menjadi gudang para perampok padang pasir masa lalu untuk menyimpan hasil rampokan mereka. Rupanya, para perampok tersebut sudah tewas dan tak tersisa lagi yang masih hidup, sehingga harta yang disembunyikan itu tiada yang mengetahui, tiada yang memiliki. Di sini Ibn Jud'an memeras otak dan memanfaatkan harta tersebut untuk keselamatan dirinya sehingga bisa kembali diterima oleh masyarakat Makkah seperti sedia kala, bahkan menjadi orang terhormat.

Walhasil, dengan membawa sebagian emas dia mengendap-endap di malam hari dan berhasil pulang ke rumah dengan selamat. Lalu mendekati tokoh adat dan mengutarakan niatnya, yakni mau bertobat dengan menanggung kehidupan semua orang miskin di seantero Makkah ini. Dia juga menunjukkan hartanya yang melimpah, sehingga tokoh adat dan beberapa pemuka masyarakat menerima.

Seperti diceritakan sebelumnya, semua penduduk Makkah terjamin kehidupannya oleh Ibn Jud'an. Kerja kemanusiaan Ibnu Jud'an itu maunya sebagai pertobatan atas dosa-dosanya dulu yang merampas harta orang, membuat anak menjadi yatim karena ayahnya dibunuh, membuat orang menjadi miskin karena hartanya dirampas dan seterusnya. Jadi, sesungguhnya Ibn Jud'an itu sosok mantan penjahat yang mensejahterakan.

Suatau hari Nabi Muhammad SAW pernah memperbincangkan orang-orang berjasa masa lalu, era Jahiliah atau pra islam. Pembicaraan sampai juga pada pribadi si Fulan dan si Fulan, termasuk pada diri Ibn Jud'an. Lalu Nabi mengomentari: "Dulu saya pernah menyaksikan sendiri sebuah janji kesepakatan dideklarasikan di rumah Ibn Jud'an. Deklarasi itu begitu bagus dan mulia, andai dia mau bergabung ke islam, pasti saya saya senang, saya kabulkan".

Mendengar itu, ibu Aisyah RA bertanya: "Ya Rasulallah, lalu ke mana Ibn Jud'an nanti di akhirat, ke surga atau ke neraka?".

Dengan suara tegas Nabi menjawab: "huw fi al-nar", dia di neraka.

Mendengar jawaban itu, ibu Aisyah nampak kurang bisa menerima, tapi pasrah. Ya, karena apa yang diperbuat Ibn Jud'an tersebut hanyalah untuk mengembalikan eksistensi dan mengangkat martabat dirinya saja dan sama sekali tidak tertarik terhadap agama islam, meski sudah berkali-kali dirayu. Tidak ada kerja ketuhanan sedikit pun dalam hatinya, yang ada hanya menuruti egonya. Begitulah non muslim, meski memberi makan dan menjamin kehidupan semua penduduk bumi ini, tidak akan dihargai Tuhan sebagai orang beramal shalih yang mendapat imbalan surga. Beberapa penjelasan dikemukakan sebagai berikut :

Pertama, non muslim yang melakukan kerja kemanusian untuk manusia, akan dibalas oleh Tuhan sesuai apa yang diinginkan. Dia mendapatkan pujian dari manusia, mendapat penghargaan dari manusia bahkan mendapatkan apa saja yang diinginkan dari manusia. Termasuk berhasil terpilih menjadi kepala daerah. Di sini, Tuhan sudah menunaikan janji-Nya merahmati semua titah-Nya dan sudah membayar sesuai permintaan.

Kedua, karena dia tidak mempercayai Allah SWT, maka tidak akan mendapatkan surga yang dijanjikan Tuhan sesuai diktum keimanan. Wong tidak beriman kok minta fasilitasnya orang yang beriman. Sama halnya dengan siswa yang sekolah SMK, ijazah yang diperoleh ya ijazah STM. No way mendapat ijazah Sarjana. Kurikulumnya berbeda.

Ketiga, bagaimana dengan Ahok yang kini memimpin Jakarta dan mencalonkan diri mau memimpin lagi atau Hary Tanoe yang sudah berkampanye menuju ke RI satu. Ahok dan sebangsanya tidak berada di jalan Allah SWT. Wong Ibn Jud'an yang begitu sosial dan berderma, menjamin kehidupan rakyat Makkah dan mengawal Hak Asasi Manusia saja tidak diakui Tuhan dan oleh Nabi diputus masuk neraka, apalagi Ahok yang hobi menggusur masjid dan menyengsarakan rakyat kecil.

Berdasar pikiran keimanan, Penulis tidak bisa menerima, kok ada kiai, ustadz, orang islam yang mendukung Ahok menjadi gubernur DKI, sementara calon muslim yang baik masih banyak. Dukungan itu pasti atas dasar nafsu duniawi, atau karena mendapat sesuatu, atau ingin tampil beda atau memang sudah tidak sensitif lagi nurani keimanannya?.

Jika dikatakan, Ahok lebih bersih, sudah teruji.., Lalu apa ukurannya?. Persoalan tindak pidana korupsi, gratifikasi yang diduga menyangkut dirinya banyak. Soal kesangkut dan tidak itu kondisional. Kita sudah tahu seperti apa moral sebagaian penegak hukum di negeri ini.

Gereja pendukung dan konglomerat non muslim yang memanfaatkan Ahok sangat banyak. Lepas dari itu semua, yang jelas Allah SWT melarang keras seorang muslim memilih pemimpin non-muslim. Jika memilih, berarti rela dirinya dikuasai oleh orang non-muslim. Padahal menurut Allah SWT, muslim itu jauh lebih mulia dan lebih bermartabat dibanding non-muslim.

Ingat, sejarah mencatat dan dunia menjadi saksi, bahwa non-muslim telah berkali-kali tega menghabisi umat islam manakala mereka punya kuasa. Itu sudah watak mereka sejak umat terdahulu. Setiap Nabi yang menyampaikan dakwah islam pasti dimusuhi dan dibunuh, begitu pula semua pengikutnya. Ada yang terbunuh sungguhan, seperti Nabi Yahya A.S. dan yang terbanyak diselamatkan. Allah SWT dan Rasul-Nya sudah berkali-kali pula mengingatkan kita. Bahwa non-muslim itu tidak akan pernah legowo, tidak akan pernah berbaik-baik kepada umat islam. Mau bersahabat, mau berbaik-baik, mengajak toleransi itu karena mereka minoritas. Jika saja sudah kuasa, pasti menghabisi, pasti.

Non-muslim minoritas berada di tengah-tengah umat islam mayoritas, pasti bisa hidup aman, damai dan bebas menjalankan agamanya, termasuk bisnisnya. Begitu ajaran agama islam, damai dan penuh hormat terhadap sesama, asal tidak menjahati. Tapi tidak sebaliknya. Tidak ada bukti yang masif, non-muslim minoritas dibantai, dihabisi, dibunuhi oleh mayoritas muslim. Tapi muslim minoritas dibunuhi secara masif dan keji oleh mayoritas non-muslim tidak bisa dihitung banyaknya.

Tinggal kita masih punya iman atau tidak, kuat iman atau tidak, mau pakai akal sehat atau tidak. Kasus Bosnia Herzegovina masih mengiang-ngiang di telinga penduduk bumi ini. Saat mereka masih belum berkuasa, toleransi, natal bersama, merayakan hari Valentine, perayaan pasca, pesta apa saja dilakukan guyub dan bersama. Begitu mereka berkuasa, semua orang islam dibunuhi, termasuk bayi yang masih di dalam kandungan, disudet dan dikeluarkan, setelah diperkosa lebih dahulu. Siapa yang mengingkari kebrutalan ini?.

Begitu halnya umat islam di Filipina selatan, Thailand termasuk di Poso negeri ini. Hanya saja pemerintah kita mampu meredam dan mengibuli rakyat yang mayoritas umat islam. Diproklamirkan, bahwa tragedi Poso bukan dipicu karena masalah agama. Tulisan ini bukan untuk memprovokasi umat islam, melainkan untuk:

Pertama, mengingatkan umat islam yang masih belum bisa berpikir jernih, belum optimal menggunakan sensitivitas keimanannya, belum bisa melihat betapa buruk bila mayoritas muslim dipimpin oleh non-muslim, sehingga mereka begitu mudah mendukung dan memilih calon pemimpin non-muslim dengan sekian alasan. Alasan yang mereka ungkapkan pasti alasan politik dan kepentingan, bukan alasan keimanan dan ketaqwaan. Mana ada pribadi bertaqwa menerima pemimpin non-muslim yang mengkufuri Allah SWT.

Kedua, untuk lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan non-muslim yang tersembunyi. Apa yang mereka ucapkan, apa yang mereka kemukakan secara lahiriah tidak seberapa dibanding niat busuk yang masih mereka simpan. Berhati-hati seperti ini adalah perintah agama demi kekaikan hidup beragama. Kehati-hatian demikian wajib dilakukan dan jauh lebih bagus ketimbang serba toleransi dan sembrono yang nantinya pasti berakibat fatal terhadap diri umat islam dan agama islam itu sendiri.

Penutup ayat studi ini mengingatkan, bahwa trick-trick nan muslim itu adalah ujian keimanan bagi kita. Tidak hanya itu, Tuhan akan menjelaskan, akan menghakimi segala yang kita persengketakan nanti di hari kiamat. "Walayubayyinann lakum yaum al-qiyamah ma kuntum fih takhtalifun". Pesan itu bermaknakan:

Pertama, mungkin saja umat islam yang sok toleransi, sok kemanusiaan dan mendukung pemimpin non-muslim unggul dan menang dalam percaturan kepentingan dunia. Tapi harus diingat, di akhirat nanti mereka baru sadar akan keputusan Tuhan yang memepersalahkan mereka dan neraka-lah tempatnya.

Kedua, mereka yang benar dan berperilaku baik mungkin saja tidak sempat mendapat perlakuan adil saat di dunia, tapi di akhirat pasti mendapatkannya dari Dzat yang Maha. Dan ketiga, sebelum kebablasan mendukung non-muslim yang bisa berakibat buruk bagi umat islam dan agama islam, harusnya segera sadar dan segera berpandangan islami, sehingga tidak menyesal nanti di hari yang tiada lagi berguna penyesalan. Semoga Allah selalu memberi pencerahan hidayah kepada kita.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO