Tafsir Al-Nahl 90: Kerabat Kita, Kerabat Tuhan

Tafsir Al-Nahl 90: Kerabat Kita, Kerabat Tuhan

Nabi Muhammad SAW mengambil menantu Ali ibn Abi Thalib yang masih keluarga dekat dengan beliau, yakni sebagai saudara sepupu dijodohkan dengan putrinya, Fatimah al-Zahra'. Abu Thalib, ayah Ali adalah kakak kandung dari Abdullah, ayah Rasulullah SAW. Tali kekeluargaan telah dicontohkan oleh Nabi mulia itu. Jadi, bila ada keluarga yang layak dijodohkan, maka sebaiknya mencontoh amaliah Nabi.

Karena ini urusan ciptaan, karena ini urusan kasih sayang, karena ini urusan sosial, maka hukum yang berlaku lintas agama dan kepercayaan. Dalam artian, agama tidak boleh dijadikan penghalang dalam penyantunan terhadap keluarga dekat ini. Meskipun mereka non muslim, tetap punya hak sebagai keluarga dekat yang diprioritaskan. Hukum penyantunan terhadap keluarga dekat ini bersifat melekat, sehingga mereka terus menerus punya hak disantuni.

Hukum sosial ini baru bisa berhenti dan putus jika ada Nash atau keputusan syari'ah lainnya yang tegas melarang. Contohnya hukum waris. Ahli waris yang non muslim, meskipun keluarga dekat tidak bisa mewarisi harta keluarganya yang muslim yang meninggal dunia. Anak kandung yang non muslim tidak bisa mewarisi harta peninggalan ayah kandungnya yang muslim.

Meski demikian, Islam tetap memberikan jalan lain yang halal dan dibenarkan, seperti hibah atau pemberian. Misalnya, sebelum sang ayah meninggal, si anak non muslim tadi sudah diberi duluan. Atau, para ahli waris lainnya, seperti saudara-saudaranya dituntut memberikan sebagian perolehan harta waris kepada si non muslim tersebut. Pemberian ini atas nama kekerabatan, kekeluargaan, bukan atas nama warisan.

Pemberian kepada keluarga dekat menjadi perlu dipertimbangkan, bahkan dihentikan jika nyata-nyata mereka menggunakan uang tersebut untuk kemaksiatan atau mendanai kegiatan yang arahnya merugikan agama islam. Inilah yang disebut pertimbangan "maslahah". Nabi Muhammad SAW pernah menghentikan segala hubungan dan semua bentuk subsidi kepada Bani Nadlir (sebagian suku di Madinah) yang ternyata melakukan pengkhianatan dan secara diam-diam menjalin hubungan dengan orang-orang kafir Makkah untuk menghancurkan umat islam Madinah.

Ada keluarga dekat pemabuk berat, penjudi atau pezina. Setiap kali punya uang lebih mesti dipakai maksiat, maka di sini si pemberi dituntut bijak dalam menyalurkan. Misalnya, uang langsung dibayarkan ke sekolah anaknya, bayar SPP atau administrasi lain. Dikirim langsung berupa sembako yang dibutuhkan dan tidak bijak bila pemberian itu berupa uang tunai. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO