Sejajar dengan Paris dan Terkaya Nomer 5, Tapi Masih ada Orang Miskin di tengah Kota Bojonegoro

Sejajar dengan Paris dan Terkaya Nomer 5, Tapi Masih ada Orang Miskin di tengah Kota Bojonegoro BUTUH PERHATIAN: Mbah Sular berdiri di depan rumahnya yang hanya disanggah menggunakan kayu dan berdinding triplek. foto: eky nurhadi/ BANGSAONLINE

“Kadang masih mengayuh becak, tapi sekarang orang-orang sudah bawa kendaraan sendiri,” ujarnya terbata-bata.

Pria lanjut usia itu memiliki lima anak. Istrinya, Sumarah sekitar setahun lalu memilih tinggal di Dusun Pede, Desa Sidonganti, Kecamatan Ngraho, . Dua anaknya telah meninggal dunia, dua anak lainnya tinggal di Kalimantan dan Sumenep, sedangkan satu anaknya tinggal bersamanya, tapi mengalami gangguan jiwa.

“Saya tinggal di sini bersama Selamet (anaknya,red), tapi dia sakit. Pernah saya ajak berobat, tapi biaya mahal, sekitar dua jutaan,” tukas kakek yang tubuhnya sudah kurus ini.

Keadaan ekonomi Sular bertolak belakang dengan kondisi kekayaan minyak yang dimiliki . Di kabupaten yang terkenal dengan makanan khas ledre itu, beberapa perusahaan berskala internasional mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Dari eksploitasi itu, Pemerintah Kabupaten mendapatkan ratusan miliar hingga triliunan dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi.

Ketua RT 04 RW 05 Gang Caraka VII, Kelurahan Ledok Kulon, Edy Budiono mengatakan, kondisi kehidupan Sular paling miskin di antara 96 keluarga yang lain di RT itu. Edy membenarkan Sular tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

“Pak Sular pernah dapat raskin (beras miskin), itu pun sebenarnya bukan jatahnya. Di sini yang dapat raskin hanya ada dua orang. Memang, Pak Sular ini tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, kalau warga kiri dan kanan memang kadang memberi makanan,” papar Edy yang rumahnya berjarak sekitar 10 meter dari rumah Sular.

Kata Edy, kadang anak dan istri Sular menjenguknya. Beberapa hari lalu, anaknya yang di Kalimantan bernama Khairum mengjenguknya dan akan membawa adiknya, Selamet berobat ke sebuah pengobatan alternatif. Tapi batal karena untuk mengobatkan Selamet, pengobatan alternatif mematok biaya Rp 600.000 per bulan.

“Selama ini, pihak desa belum pernah ke sini. Mungkin karena saya belum lapor,” katanya. (nur/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Perahu Penyeberangan Tenggelam di Bengawan Solo, Belasan Warga Dilaporkan Hilang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO