Tafsir Al-Quran Aktual Refleksi Idul Adha: Sudah Berkorban, Tapi Belum Berqurban
Editor: Redaksi
Kamis, 05 November 2020 22:26 WIB
Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
Hari raya sekarang ini punya dua nama: id al-adha (idul adha) dan id al-qurban (idul qurban). Id artinya pesta. Adha, udhiyah artinya menyembelih (korban). Qurb, qurbah artinya dekat. Jika sebuah masdar berpola ziyadah Alif dan Nun, maka bermakna mubalaghah (sangat, super). Kata qurb menjadi qurban, artinya sangat dekat. Qur'an, bacaan sungguhan. Ghufran, ampunan sungguhan. Subhan, suci sungguhan, maha suci.
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Ibadah qurban adalah ibadah serius mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara menyembelih ternak sesuai syariah agama. Menyembelih binatang adalah lambang penyembelihan nafsu kebinatangan kita sendiri sehingga sterillah jiwa kita dari nafsu itu. Binatang tidak pernah bertanya, ini rumput siapa? Binatang juga tidak pernah bertanya, ini cewek siapa?, main santap.
Id ini punya dua dimensi: religius (qurban) dan sosial (adha). Kebanyakan yang kita pestai adalah "adha-nya", distribusi dagingnya, makan-makannya, dan itu benar. Tapi kita belum optimal berpesta (id) sisi religiusnya, sehingga tujuan utama id tersebut belum sempurna kita capai.
Dua id yang kita miliki (fitr dan adha) adalah kompensasi sekaligus koreksi dari dua hari pesta kaum kafir jahiliah dulu, yaitu hari raya Nairuz dan Miharjan. Pesta mereka dirayakan acara maksiat dan hura-hura, sementara pesta kita dengan bersedekah dan beribadah. Jika hari pesta ini masih berbau riya, pamer, gengsi dan hura-hura, maka perlu mengoreksi diri: ... masih "jahiliah"kah kita?.