Tafsir Al-Kahfi 19-20: Teologi Lockdown untuk Tangkal Corona Sudah Ada Sejak Dulu | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 19-20: Teologi Lockdown untuk Tangkal Corona Sudah Ada Sejak Dulu

Editor: Redaksi
Sabtu, 16 Mei 2020 23:49 WIB

Ilustrasi: Jamaah salat Jumat di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya menggunakan masker dan safnya berjarak satu meter ke samping kanan dan kiri hari ini, Jumat (27/3/2020). foto: MA/ BANGSAONLINE

Pertama, pendapat ulama yang membolehkan. Bahwa para ahli, termasuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, bahwa sifat virus Corona (Covid-19) sangatlah cepat menyebar, membahayakan manusia, dan telah terbukti banyak makan korban. Wabah ini kini menjadi problem dunia.

Untuk itu, meskipun virus ini tidak pasti bisa membahayakan setiap orang, tapi kemungkinannya sangat besar. Maka derajat efektifnya ada pada level "ghalabah al-dzann" atau "al-dhann al-rajih" atau dugaan sangat kuat dan berdasar. Dan berdalil dengan al-dhann al-rajih untuk pengambilan hukum dibenarkan dalam agama. "al-mutawaqqa' al-rajih ka al-waqi'". Hal yang sangat dikhawatirkan terjadi, sama hukumnya dengan hal yang pasti terjadi.

Karena daya efektif dan sebarannya hebat, maka orang beriman wajib berusaha menanggulangi sedini mungkin dan sebisa mungkin. Salah satunya adalah dengan tindakan memutus mata rantai penyebaran virus Corona dari satu pasien terpapar ke orang lain.

Caranya, antara lain lockdown. Yakni, masing-masing orang mengurung diri, tidak berinteraksi dengan orang lain, tidak ngumpul-ngumpul untuk beberapa waktu tertentu. Termasuk, tidak shalat jum'at atau shalat berjamaah di masjid. Semua itu demi kebaikan ke depan yang lebih besar. Dan, langkah menanggulangi bahaya (dar' al-mafasid) begini ini diperintahkan agama.

Banyak al-Hadis yang dipakai dasar pendapat ini, antara lain: Pertama, saat hujan deras dan tanah berlumpur, para sahabat dipersilakan shalat di rumah masing-masing. Kedua, bagi mereka yang punya udzur (sakit atau takut) cukup shalat di rumah. Ketiga, ketika ada wabah di suatu tempat, maka orang luar tidak boleh datang ke tempat itu dan orang setempat tidak boleh keluar dari tempat itu, dst.

Kedua, pendapat ulama' yang tidak membolehkan meliburkan jum'atan atau shalat berjamaah gara-gara Corona. Dasarnya antara lain:

Pertama, dalam situasi perang berkecamuk yang nyata-nyata mengancam nyawa saja, Allah SWT masih mensyari'ahkan shalat berjamaah (al-Nisa:102). Sementara virus Corona belum tentu ada atau menyerang seseorang, apalagi mematikan. Jadi memandang virus Corona sebagai bahaya yang nyata itu berlebihan. Tidak level dibanding senjata musuh kafir di medan perang.

Kedua, hadis tentang larangan masuk di daerah wabah atau yang di dalam tidak boleh keluar hanyalah larangan interaksi antara satu daerah (negara) dengan daerah (negara) lain, bukan melarangan berjamaah shalat, apalagi melarang shalat jum'at. Jum'atan dan jama'ah tetap berlangsung.

Ketiga, interaksi manusia antar daerah dengan shalat berjamaah sangat beda. Dalam shalat berjamaah terdapat ibadah dan doa yang nyata-nyata dipanjatkan langsung kepada Allah SWT, Dzat yang maha segala. Dialah Dzat yang menurunkan wabah, dan Dialah jua yang menghilangkan. Maka cara tertinggi mengusir wabah adalah ikhtiar dan ittikal, usaha, dan doa. Allah a'lam.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video