Tafsir Al-Kahfi 15: Anggota ISIS yang Bertobat Wajib Dipulangkan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 15: Anggota ISIS yang Bertobat Wajib Dipulangkan

Editor: Redaksi
Minggu, 10 Mei 2020 23:18 WIB

Sejumlah WNI akhirnya lari dari ISIS. ©AFP PHOTO/AYHAM AL-MOHAMMAD

Perkara sudut pandang hukum, silakan dicap sendiri: apakah mereka itu WNI yang eks ISIS atau anggota ISIS eks WNI? Pemimpin yang berjiwa besar tentu tidak bakal menengok masa lalu, melainkan menatap masa depan lebih cerah.

Kedua, bahwa dalil al-Maidah: 33 tersebut memang betul, tetapi belum selesai. Ayat berikutnya (34) adalah sambungan melekat yang menyempurnakan pesan. Maka tidak boleh dipenggal, apalagi diabaikan.

Ayat 34 itu berbunyi "illa al-ladzin tabu min qabl an taqdiru 'alaihim fa i'lamu ann Allah ghafur rahim". Kecuali mereka yang bertobat, menyerahkan diri sebelum tertangkap, maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang maha pemaaf dan maha penyayang.

Rupanya mereka sengaja menafikan ayat beristitsna' ini, karena arahnya bisa membalik. Dan jika benar-benar disengaja, maka berdosalah. Apa tendensi mereka berbuat sekorup itu terhadap firman Allah SWT? Kita sama-sama mengerti, bahwa istisna', al-mustasna itu tidak boleh dihilangkan, karena itu rangkaian kalam. Akibatnya, pesan menjadi tidak utuh.

Ketiga, bahwa kaedah fiqhiyah tersebut lebih pada problem dua masalah berbarengan, yang satu bermafsadah dan yang satu bermaslahah dengan sifat yang PASTI dan MUTLAK. Artinya, sudah pasti ada maslahahnya dan sudah pasti ada mafsadahnya. Tanaman itu perlu dipupuk. Tapi jika terkena hama, maka butuh disemprot obat anti hama. Lalu mana yang didahulukan? Diobati dulu.

Sedangkan kepulangan mantan anggota ISIS ke negeri ini belum tentu menimbulkan mafsadah (bahaya), karena mereka beberapa alasan:

Pertama, mereka sudah bertobat, sudah menyadari kesalahannya, dan memohon diterima kembali ke negeri ini. Untuk itu, yang mesti dipulangkan hanya yang sudah "taubatan nasuha" saja. Yang tidak, ya tidak boleh.

Kedua, negara ini sangat kuat, punya aparat keamanan, militer, intelijen dan regulasi yang tangguh. Sekadar menanggulangi mereka yang hanya 689 orang, maka sungguh tidak ada masalah. Dulu, dengan alat seadanya saja penjajah bisa diusir. Gerakan PKI bisa dihabisi dan setiap pemberontakan bisa diberantakkan.

Dengan demikian, maka mafsadahnya belum jelas, masih dhanny dan masih diduga. Sementara maslahahnya sudah jelas dan nyata, bahwa kehidupan mereka, masa depan anak-anak mereka akan jauh lebih bagus di negeri asalnya, ketimbang terlantar di tenda pengungsian negara lain.

Di sini, tinggal diatur, bagaimana memperlakukan mereka, mendidik, mengawasi, dan juga memberi hukuman tegas dan keras bagi yang mencoba mengulangi kesalahan yang sama. Silakan diskor, mana anggota ISIS senior dan provokator, serta mana yang ikut-ikutan, bahkan anak-anak. Narkoba saja diklasifikasi, ada bandar, ada pengedar, dan ada pemakai.

Mestinya kita belajar pada kasus serupa tahun 2017, di mana pemerintah pernah memulangkan 59 anak. Sadarlah, bahwa hak memilih warga negara itu harus sudah berusia 18 tahun. Anak-anak di bawah umur itu hanya korban orang tuanya, maka harus dilindungi. Ini amanah agama, sekaligus amanah Hak Asasi Manusia. Jika mereka diyakini telah dididik teror dan radikal, maka kita wajib memberi pendidikan DERADIKALISASI, kita cuci otak mereka, dan kita arahkan ke jalan yang baik.

Jika mau main dan adu kaedah fiqhiyah, maka kaedah terkait pengadilan yang mengedepankan memaaf dibanding menghukum juga ada. Yaitu "wa la an tukhthi'a fi al-'afw khair min an tukhthi'a fi al-'uqubah". Dalam memutus perkara, salah memaaf terdakwa adalah lebih baik dibanding salah menghukum.

Memang ada peringatan al-Hadis, bahwa orang beriman tidak boleh tersengat serangga dua kali dalam lubang yang sama. Ya, untuk itu kita mesti cerdas menyikapi 689 eks ISIS yang hendak kita pulangkan. Misalnya:

Pertama, mereka yang telah terbukti sudah pernah bergabung ke ISIS dan sudah pernah ke sono, lalu kita maaf dan kembali ke negeri ini, maka sekarang tidak boleh dimaaf atau dipulangkan lagi. Sementara yang baru pertama kali ke sono, maka wajib diterima.

Kedua, atau dipilihi hanya mereka yang anak-anak saja. Silakan diambil yang di bawah usia 10 tahun. Tapi jika diambil anak yang di bawah usia baligh (sinn al-bulugh), maka akan lebih ramah dan mulia. Imamuna al-Syafi'ie mematok usia baligh 15 tahun sempurna, sementara Abu Hanifah mematok 18 tahun, sesuai Undang-Undang negeri ini.

Dalam Islam, wanita mesti dilindungi, sama dengan anak-anak dan orang tua lanjut usia. Kebanyakan mereka korban. Kecuali dia pemain dan ikut angkat senjata.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video