Tafsir Al-Isra 101-102: Menteri RI, Serba Mampu Apa Serba Mau? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 101-102: Menteri RI, Serba Mampu Apa Serba Mau?

Editor: Redaksi
Senin, 27 April 2020 01:04 WIB

Para Menteri di Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf. foto: kominfo.go.id

Dokter umum memang mengerti berbagai penyakit. Ya bisa menangani, tapi tidak seperti dokter spesialis yang lebih ahli. Dokter spesialis, selain lebih ahli, juga lebih punya etika. Dokter spesialis mata tidak akan mau menangani pasien penyakit dalam dan sebaliknya.

Diskusi kecil bersama kawan menyoal susunan kabinet Indonesia Maju era Jokowi-Kiai Ma'ruf. Ada menteri yang berkali-kali menjadi menteri dengan jabatan yang berbeda dan kondisi politik yang berbeda. Pokok e menjabat. Ada menteri yang tidak punya keahlian di bidangnya, tapi mau dan seterusnya. Lalu pertanyaan muncul: "Sejatinya menteri di Indonesia itu apa sih: serba mampu atau serba mau?".

Teman di sebelah menimpali "... di negara maju, orang-orang hebat itu memang dia benar-benar hebat di bidangnya dan mampu membatasi diri. Membatasi diri itulah etika, itulah moral, dan itulah katawadlu'an". Makanya, menteri di sono itu kayak dokter spesialis. Jangankan jabatan, pemain catur bergelar grand master semisal Anatoly Karpov, dia membatasi diri, meski dia piawai dalam bermain basket.

Rupanya moral tahu diri, lebih memilih pada bidang yang paling dikuasai inilah yang kurang dimiliki oleh para menteri kita. Zaman pak Harto dulu, malah ada menteri dari militer militer, ya pernah menjabat kesektariatan negara, lalu ganti ngurusi sosial, lalu jadi menteri agama. Sah? Ya Sah. Sopo berani ngelawan pak Harto.

Patut digugu wejangan mbah buyut tempo dulu: " ... dadi menungso iku sing iso rumongso, ajo rumongso iso". Jadi manusia itu yang bisa merasa (tahu diri, 'arafa nafsah) dan jangan merasa bisa.

Tapi bagi yang hobi jabatan dan tidak punya prinsip berpolitik akan beralasan lain. Misalnya, bahwa ditunjuk menjadi menteri itu amanah dan tidak boleh ditolak dan lain-lain. Benarkah?

Tafsir aktual menjawab, bahwa dalam agama tidak demikian. Amanah memang tidak boleh diburu, apalagi dibeli. Jika amanah itu datang, maka dia boleh memilih, antara menerima dan menolak. Itu disesuaikan kemampuan dan kesanggupan.

Semisal Amr ibn al-Ash, dia menerima ketika ditunjuk menjadi gubernur di Mesir. Tapi Abdullah ibn Umar menolak ketika ditunjuk pada jabatan yang sama. Bahkan dia lari ke Syam demi menghindar. Para sahabat besar memaklumi sikap itu. Ibn Umar sadar akan beratnya tanggungjawab di hadapan Allah SWT nanti. Tidak sama dengan mereka yang duduk di kabinet kemarin, semua tersenyum gembira, melambai, dan berbangga ketika namanya disebut Jokowi sebagai menteri.  

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video