Tafsir Al-Isra 94-96: Nabi Juga Bukan Malaikat | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 94-96: Nabi Juga Bukan Malaikat

Editor: Redaksi
Sabtu, 25 April 2020 23:59 WIB

Ilustrasi.

Andai saja yang mendiami bumi itu komunitas malaikat yang beraktivitas seperti manusia, ya berjalan-jalan, ya berbisnis, menikah, berpolitik dan seterusnya, maka Tuhan pasti mengutus Rasul dari kalangan malaikat juga, langsung turun dari langit sono.

Para kafir itu sesungguhnya mengerti, bahwa tidak nyambung dan runyam jika manusia dipimpin malaikat. Tapi dasar kafir, maka ada-ada saja yang dituntut. Bayangkan, jika manusia punya syari'at nikah, lalu Rasulnya malaikat, bagaimana bisa malaikat menjelaskan, mempraktikkan pernikahan.

Yang jelas malaikat itu tidak punya syahwat. Meski tidak ada keterangan, apakah mereka punya zakar atau tidak, tapi logika mengarah, bahwa tidak ada zakar bagi mereka. Pertama, karena mereka makhluq cahaya yang tak membutuhkan ada jenis kelaminnya, dan Kedua, andai punya, lalu untuk apa. Tuhan tidak mencipta hal yang sia-sia.

Dialog tidak selesai, karena wong kafir ngotot, bahwa Rasul yang dari kalangan malaikat punya wibawa sendiri dan lebih ditakuti oleh umat manusia. Hal itu karena mereka memandang malaikat sangat digdaya dan super kuat, serta nonkompromi. Dengan power yang dimiliki, maka risalah akan lebih berpotensi berhasil, karena manusia pada takut. Dan soal penjelasan syari'ah cukup pakai orasi saja, tanpa harus praktik.

Sesungguhnya mudah sekali bagi Nabi menjawab semua argumen wong kafir ini, tapi Tuhan melarang meladeni, karena percuma dan memperpanjang debat kusir. Tuhan memberitahu Nabi, bahwa umat terdahulu juga rewel begitu. Tapi, begitu tuntutan dikabulkan, mereka tetap kafir. Begitu halnya terhadap kafir Makkah, beberapa telah diingkari, meski terbukti.

Kini Tuhan membiarkan dengan memberi pilihan, mau beriman atau tidak. Yang jelas nabi tetap berkata lantang dan sangat serius, bahwa dirinya adalah seorang utusan Tuhan, "Hal kuntu illa basyara rasula".

Mendengar ucapan Nabi itu, wong-wong kafir nyanggah lagi: "Hai Muhammad, jika kamu masih ngotot mengaku sebagai Rasul, lalu siapa yang menyaksikan penobatanmu sebagai rasul? Bagaimana mungkin kami bisa percaya begitu saja terhadap omonganmu?".

Untuk ini, lalu al-qur'an turun memberi bimbingan jawaban: "Katakan wahai Muhammad, bahwa cukup Allah SWT sebagai saksi dalam persoalan yang sedang terjadi di antara aku dan kalian".

Ini sebagai pelajaran bagi kita, bahwa dalam menyampaikan kebenaran cukup ikhtiar yang serius dan sebaik-baiknya, sesuai kemampuan. Saat mentok, maka kita tidak boleh kecewa, melotot, atau ngotot. Serahkan semua urusan kepada-Nya. Dialah yang maha memonitor kita "innah kan bi 'ibadih khabira bashira".

Dalam menyampaikan pesan agama, jadilah "sales" Tuhan yang santun, simpatik dan menarik seperti akhlak Tuhan yang Pengasih. Dan jangan radikal. Mudah-mudahan tidak ada juru bicara Tuhan yang radikalnya malah melampaui Tuhan yang punya agama.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video