Tafsir Al-Isra 85: Refleksi Hari Tasyriq, Hari Freezer | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 85: Refleksi Hari Tasyriq, Hari Freezer

Editor: Redaksi
Sabtu, 28 Maret 2020 23:26 WIB

Ilustrasi: Warga menguliti kambing saat Hari Raya Idul Adha. foto: Warta Kota

Pesata ini diperpanjang hingga total menjadi empat hari: tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzil hijjah, agar setiap lapisan manusia, binatang, bahkan kawanan Jin bisa sama-sama menikmati. Untuk itu, hewan qurban di tanah haram, Makkah yang sangat melimpah tidak boleh distribusikan keluar negeri walau di sana ada kelaparan.

Hal itu karena daging-daging tersebut adalah hak mutlak semua makhluq Tuhan yang ada di sekitar situ, baik yang berakal maupun yang tidak berakal, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Yang butuh dan doyan daging bukan hanya manusia saja, di sana ada binatang buas, anjing, serigala padang pasir, dll, ada burung-burung, dari gagak, elang sampai pemakan bangkai. Bahkan kawanan Jin yang bersuka ria berpesta.

Pada 'id al-adha, Tuhan benar-benar mengadakan pesta besar yang spektakuler, bebas dan universal bagi semua makhluq-Nya, tidak ketinggalan para serangga, kutu, dan ulat tanah. Maka tidak boleh ada yang mencegah dan menghalangi pesta tahunan yang diselenggarakan Tuhan ini. Begitu pendapat ulama' sufistik. Silakan you berpendapan lain.

Pesta empat hari itu, taggal 10 disebut hari udhiyah (peneyembelihan), sedangkan 11, 12 dan 13 disebut hari tasyriq (penjemuran daging yang tidak habis dimakan). Kiranya ayyam al-tasyriq bisa diaktualkan menjadi begini:

Pertama, dinamakan hari penjemuran daging (tasyriq), karena zaman dulu belum ada tehnologi pengawetan daging. Lalu pengawetannya menggunakan jasa alam, sinar matahari. Daging yang dijemur di bawah terik matahari, di daerah super tropis seperti Arab sungguh sangat efektif mematikan bakteri, mengeringkan, dan mengawetkan.

Karena sekarang sudah ada teknologi pengawetan daging, maka hari tasyriq diaplikasikan menjadi Hari Freezer, daging dimasukkan ke dalam lemari pendingin, tanpa perlu mengubah nama tasyriq. Itulah pemahaman Nash berpijakan makna esensial, bisa diaktualkan sesuai keadaan dan bukan pada makna formalistik. Andai seseorang tetap pada makna verbaliknya, dengan tetap menjemur daging, maka boleh-boleh saja.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video