Sentuh dan Baca Alquran ketika Haid | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sentuh dan Baca Alquran ketika Haid

Editor: rosihan c anwar
Rabu, 06 Agustus 2014 22:07 WIB

Tanya:

Pak kyai, saya ingin bertanya, hukuman apa bagi orang yang sedang datang bulan/haid, tetapi masih tetap menyentuh dan membaca Alquran Karim? Jawaban Pak Kyai sangat bermanfaat bagi saya dan orang lain. Terima kasih.

(Warsini, Brebes, Jateng)

Jawab :

Yang perlu saya jelaskan terlebih dahulu adalah bahwa pada dasarnya perempuan yang sedang datang bulan atau haid itu tidak najis tubuh dan anggota badannya, yang najis adalah darah haid yang keluar dari farji (vagina) perempuan itu. Agar tidak muncul persepsi bahwa perempuan haid itu najis keseluruhan anggota tubuhnya. Namun perempuan itu mengandung hadast besar yang bersifat hukmi (abstrak) karena haid tersebut dan cara bersucinya adalah dengan mandi besar.

Hal ini sebagaimana hadis laporan Aisyah ra, artinya : “Rasulullah saw berkata kepadaku: ‘tolong ambilkan tikar kecil itu dari masjid!’, maka aku menjawab : ‘saya sedang haid’, lalu Rasulullah saw berkata : ‘sesungguhnya haid kamu itu bukan ada di tanganmu’,”. (HR. Muslim : 715)

Berkenaan dengan pertanyaan Ibu ada dua hal yang harus dijelaskan: pertama, hukum perempuan haid yang menyentuh mushaf atau Alquran, para ulama berbeda pendapat atas boleh dan tidaknya menyentuh Alquran bagi perempuan haid. Pendapat pertama, ulama yang tidak membolehkan perempuan haid menyentuh Alquran termasuk sampulnya karena ia masih melekat. Hal itu di dasarkan pada firman Allah Swt, yang artinya: “hanya orang-orang suci yang bisa menyentuhnya (Alquran)”. (Qs. Al-Waqiah [56]: (79).

Kemudian dengan hadis nabi laporan dari sahabat Amr bin Hazm, yang artinya: “hanya orang suci (dari najis dan hadas) yang bisa Alquran”. (Hr. Malik : 680). Dua dalil itu yang dibuat sebagian dasar pelarangan menyentuh Al-quran bagi perempuan haid.

Pendapat kedua, ulama yang memperbolehkan perempuan haid tetap boleh menyentuh Al-quran, mereka berargumen bahwa di sana tidak ada dalil qat’I (tepat) yangmelarang perempuan haid dari menyentuh Al-quran. Dalil-dalil qat’I yang tepat hanya melarang perempuan haid untuk salat, puasa, tawaf dan bersetubuh. Adapun tentang dalil ayat di atas yang dijadikan rujukan pendapat pertama tidak tepat. Sebab kata mutahharun itu merujuk pada malaikat bukan manusia dan kata ganti merujuk pada Alquran di laukhul makhfudz bukan Alquran di dunia.

Dan dengan dalil hadis di atas juga kurang tepat, sebab kata taahirun (suci) itu mengandung dua arti; suci dari najis seperti kotoran hewan atau suci dari hadas kecil atau hadas besar. Dan arti yang lebih relevan adalah suci dari najis sebab akan ditakutkan mengotori Alquran dan mengurangi kehormatannya sehingga menjadi terkena najis. Tapi kalau hanya disentuh yang berhadas kecil atau besar, maka tidak akan mengotori Alquran, sebab hadas itu sifatnya hukmi (abstrak).

Kedua, hukum perempuan haid membaca Alquran (berarti tanpa menyentuh Alquran, yaitu membaca dengan hafalan). Ulama yang tidak memperbolehkan perempuan haid membaca Alquran itu didasarkan pada hadis laporan Ibnu Umar ra, yang artinya: “tidak boleh membaca Al-quran orang junub dan perempuan haid”. (Hr. Ibnu Majah : 595)

Namun, hadis ini dikritik oleh para ulama yang tetap memperbolehkan perempuan haid atau junub membaca Al-quran dengan argument bahwa hadis di atas itu daif. Imam Nawawi (676 H) mengomentari bahwa hadis laporan Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Tirmizi, Ibnu Majah dan Baihaqi itu daif (lemah) dan didaifkan juga (dilemahkan) oleh Imam Bukhari dan Imam Baihaqi.

Dan dikuatkan dengan hadis laporan Jabir ra tentang Aisyah (istri rasul) yang hendak melaksanakan ibadah haji, maka rasulullah saw memerintahkan (kepada Aisyah), yang artinya: “kemudian berhajilah dan lakukanlah seperti orang lain yang haji kecuali tawaf dan salat”. (Hr. Bukhari)

Di dalam hadis tersebut tidak ada larangan untuk tidak membaca Al-quran, paadahal dalam manasik haji membaca alquran termasuk dzikir yang sangat dianjurkan. Tapi jumhur fuqaha tetap melarang seorang perempuan haid membaca Al-quran karena diqiyaskan keadaan haid dengan keadaan junub yang sama-sama mengandung hadas besar karena itu dianggap tidak memelihara kesucian dan keagungan Al-quran.

Kesimpulannya, perbedaan para ulama itu bermuara pada satu tujuan, ingin tetap menjaga kesucian, kehormatan dan keagungan Al-quran sehingga tidak mudah terkotori dan terkena barang najis. Dahulu kebiasaan perempuan haid itu tidak besuci dari najis sebelum mereka selesai masa haidnya sehingga mandi besar. Maka, Ibu jika ingin menyentuh Alquran atau membacanya terlebih dahulu mensucikan diri dari najis walaupun belum bisa suci dari hadas besar. Wallahu alam.

Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari. 

SMS ke 081357919060 

atau 

email ke bangsa2000@yahoo.com. 

Jangan lupa sertakan nama dan alamat.

 

 Tag:   tanya jawab

Berita Terkait

Bangsaonline Video