Permohonan Praperadilan BG Hampir Pasti Ditolak

Permohonan Praperadilan BG Hampir Pasti Ditolak Budi Gunawan saat mengikuti fit and proper test di Gedung Dewan. foto: tribunnews.com

SURABAYA (BangsaOnline) - Hari Senin ini, hakim tunggal Sarpin Rizaldi akan membacakan putusan permohonan praperadilan Komjen (BG) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hasil putusan itu sangat dinanti-nantikan banyak pihak karena menentukan nasib sebagai calon Kapolri.

Meski belum diputuskan, namun hampir dipastikan permohonan BG akan ditolak. Pernyataan itu disampaikan pengamat hukum dari Universitas Surabaya (Ubaya), Hadi Mulyo Utomo. Menurut perspektifnya, permohonan praperadilan itu mutlak harus ditolak hakim.

Sebab, alasan permohonan yang diajukan kuasa hukum BG tentang penetapan tersangka yang tidak prosedural oleh KPK, secara normatif tidak memenuhi lingkupalasan pengajuan praperadilan yang diatur dalam pasal 77 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) huruf a dan b.

“Permohonan BG itu mutlak harus ditolak karena tidak memenuhi unsur pasal 77. Hakim harus mengacu pada pasal itu,” tegas Hadi, Minggu (15/2).

Alumni S2 Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) ini memaparkan, dalam KUHAP hanya memberikan ruang pengajuan pra peradilan untuk empat alasan yakni, tidak sahnya penangkapan, tidak sahnya penahanan, tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan tuntutan rehabilitasi atau ganti rugi seseorang yang perkaranya tidak jadi dibawa ke persidangan.

“Kalau dilihat alasan permohonan BG tidak memenuhi satu dari empat unsure tersebut, karena itu harusnya ditolak. Justru aneh kalau diterima,” imbuhnya.

Hadi menyarankan kepada BG agar membuktikan dirinya tidak layak menjadi tersangka dan tidak bersalah di peradilan umum, karena disanalah instrumen untuk menguji kebenaran seseorang layak sebagai tersangka atau tidak. Karena itu sudah menyangkut urusan pembuktian ada atau tidaknya fakta hukum yang melahirkan unsure pidana pada perbuatan orang yang disangkakan.

“KPK sebagai penegak hukum punya hak subyektif untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa didahului panggilan atau pemeriksaan. Hal itu pun seringkali dilakukan Polri. Jadi baiknya dibuktikan saja lewat peradilan umum, bukan praperadilan. Namun ke depan harus dipikir adanya proses konfrontir sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka, pertimbangannya demi kemanusiaan, agar seseorang tidak kaget atau syok bila ditetapkan sebagai tersangka,” tandasnya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan BG sebagai tersangka atas kasus gratifikasi disaat perwira tinggi Polri itu sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon tunggal Kapolri di Komisi III DPR RI. BG diduga memiliki rekening yang jumlahnya tidak wajar atau sering disebut rekening gendut. Pasca penetapan tersangka itu, seluruh pimpinan KPK diperiksa oleh Bareskrim. Bahkan Bambang Widjajanto sudah berstatus tersangka, hingga muncul dugaan kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK. Dukungan masyarakatpun terbelah antara yang medukung KPK dan mendukung Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO