Pemberlakuan Perda Cagar Budaya di Gresik Setengah Hati

Pemberlakuan Perda Cagar Budaya di Gresik Setengah Hati Salah satu bangunan tua di komplek suling yang sedang diteliti oleh tim ahli cagar budaya. foto: SYUHUD/ BANGSAONLINE

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Masyarakat Kabupaten Gresik mempertanyakan keseriusan Pemkab Gresik dalam hal ini Disbudparpora (Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga) dalam penanganan bangunan bersejarah yang akan dimasukkan situs cagar budaya.

Sebab, hingga saat ini pemilik bangunan bersejarah itu tidak diberikan kepastian akan diapakan bangunan milik mereka yang dianggap masuk cagar budaya. Apakah akan dibeli oleh Pemkab, atau hanya sekadar diberi biaya pemeliharaan, atau bahkan hanya dicatat saja.

Padahal, banyak warga pemilik bangunan tua berkeinginan untuk merenov bangunan miliknya untuk mengikuti perkembangan zaman.

"Terus untuk apa cuma dicatat sebagai cagar budaya, tapi bangunan tidak dibeli. Kan kita selaku pemilik rugi dong, tidak bisa renov atau untuk dialihkan jadi bangunan bisnis," kata salah satu pemilik bangunan tua di sepanjang jalan Raden Santri Kecamatan Gresik kepada Bangsaonline.com, Selasa (11/10).

Seharusnya, lanjut ia, bangunan tersebut dibeli oleh Pemkab kalau ingin menetapkan bangunan tua sebagai cagar budaya. Sehingga, pemerintah punya otoritas penuh untuk melindungi keaslian bangunan tersebut.

"Bukan terus pemiliknya tidak boleh mengotak-atik fisik bangunan tersebut. Kebijakan itu kan merugikan pemilik," tukasnya.

Berdasarkan pantauan Bangsaonline.com, bahwa bangunan tua di beberapa titik di kota Gresik sudah berubah bentuk fisik dan alih fungsi.

Sebagai contoh, bangunan tua di sepanjang Jalan Raden Santri dan Jalan Hos Cokroaminoto Kecamatan Gresik. Bangunan tua di sepanjang wilayah ini kebanyakan sudah berubah fisik. Rata-rata bangunan sudah dibongkar sebagian kemudian didesain dengan bangunan minimalis modern. Bahkan, bangunan di sana rata-rata sudah menjadi sarana bisnis seperti konter handphone, laptop dan lainnya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO